Kamis 26 Jul 2018 13:39 WIB

Ini Saran Menkeu Era Soeharto Soal Pembelian Saham Freeport

Indonesia bisa mengalahkan Freeport di arbitrase lewat pelanggaran lingkungan

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Lokasi penambangan Freeport di Timika, Papua.
Lokasi penambangan Freeport di Timika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri keuangan (Menkeu) era Soeharto, Fuad Bawazier menilai pemerintah sebaiknya menunggu kontrak karya (KK) PT Freeport Indonesia selesai dibandingkan harus menyelesaikan negoisasi saat ini. Meski harus membayar lebih mahal, kata Fuad, hal ini lebih baik agar kedepan pemerintah Indonesia bisa mendapatkan kepemilikan Freeport 100 persen.

"Nggak apa apa bayar 6 miliar dolar AS besok. Tapi kita dapat 100 persen," ujar Fuad di DPR, Kamis (26/7).

Meski nantinya Freeport akan menggugat Indonesia melalui abritase, kata Fuad, itu juga lebih baik dibandingkan harus membayar negoisasi saat ini. Fuad menilai jikapun harus melalui arbitrase, Freeport tetap akan kalah karena kerugian lingkungan.

Baca juga, Freeport Rugikan Negara Rp 185 Triliun

"Logikanya Freeport akan kalang kabut. Lewat arbitrase kita bisa bawa ke panggung soal lingkungan mereka, dimana bisa jadi kemungkinan tak perlu bayar," ujar Fuad.

photo
Akuisisi saham Freeport Indonesia

Mengenai kemungkinan Papua akan mati jika menunggu selesainya KK, menurut Fuad hal itu juga hanya mitos. Ia menilai, ada tidaknya Freeport saat ini tetap masyarakat Papua tidak terakomodir.

Baca juga, Kementerian LHK: Freeport Lakukan 48 Pelanggaran Lingkungan

Lagipula, kata Fuad, ada dana APBN dan dana otonomi khusus yang setiap tahun mengalir untuk menghidupi rakyat Papua. "Papua mati tanpa Freeport. Itu mitos, orang Papua pasti tersinggung seakan-akan tanpa PTFI mereka tak bisa hidup. Sub-kontraktor kebanyakan orang Jakarta, pekerja banyak pendatang. APBN Kab/Kota hidup tidak ada Freeport tak masalah," papar Fuad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement