REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, dampak pelemahan kurs terhadap dolar AS tidak hanya dirasakan Indonesia. Pelemahan mata uang juga dialami di berbagai belahan negara lain.
"Ya kan semua negara melemah, dalam dua hari terakhir yuan depresiasi lagi menembus 6,7 persen, bahkan tadi pagi tembus 6,8 persen, kemudian bank sentral Cina intervensi lalu kemudian turun di bahwa 6,8 persen. Setiap kali Cina lakukan depresiasi berdampak pada kurs negara-negara emerging market yang lain," kata Mirza di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat (20/7).
Mirza mengatakan, kurs negara seperti Afrika Selatan, Brasil, Cile, dan Polandia turut melemah. Hal itu, didorong oleh pernyataan The Fed yang mengonfirmasi kenaikan suku bunga. Selain itu, depresiasi yuan memberikan dampak pada pelemahan kurs negara-negara berkembang.
Mirza mengatakan, kebijakan suku bunga BI sudah cukup menarik. Ia menyebut, posisi Indonesia lebih baik dari India. "Tapi memang situasi globalnya masih memberikan tekanan di negara-negara emerging market," katanya.
Ia menambahkan, Pemerintah Indonesia juga telah melakukan upaya jangka panjang untuk memperbaiki tingkat defisit neraca transaksi berjalan. Hal itu guna memperkuat fundamental ekonomi Indonesia. "Pemerintah memberikan insentif pajak untuk meningkatkan ekspor dan mendorong pariwisata. Upaya itu akan terlihat hasilnya dalam jangka panjang," ujarnya.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, ditutup melemah sebesar 53 poin menjadi Rp 14.495 dibandingkan posisi penutupan sebelumnya Rp 14.442 per dolar AS.
Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto mengatakan, faktor global lebih banyak berpengaruh pada pelemahan rupiah terhadap dolar AS tersebut."Memang indeks dari nilai dolar AS (USD index) menguat banyak," kata dia, Jumat (20/7).
Kurs dolar AS menguat terhadap mata uang utama negara lain pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB) karena data ekonomi yang keluar dari Negeri Paman Sam itu secara umum positif.
Laporan Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (19/7) seperti dikutip kantor berita Xinhua menunjukkan adanya klaim pengangguran mingguan AS yang turun ke tingkat terendah sejak 1969.
Mata uang dolar (greenback) juga didukung oleh pernyataan terbaru dari Gubernur Bank Sentral AS (The Federal Reserve) Jerome Powell yang mengatakan ekonomi AS berada di titik puncak dalam beberapa tahun terakhir. Pasar kerja tetap kuat dan inflasi tetap di sekitar target The Fed sebesar 2,0 persen.
Baca juga, Kurs Rupiah Anjlok ke Level Terendah Tahun Ini.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,04 persen menjadi 95,110 pada akhir perdagangan Kamis (19/7) waktu setempat.