REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah menargetkan pendapatan dari perpajakan bisa mencapai Rp 2.000 triliun tahun depan. Nilai ini lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya mampu menembus angka sekitar Rp 1.900 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan anggaran ini bisa didapat dari pajak nonmigas (minyak dan gas) mencapai 16,6 persen. Dengan demikian pendapatan total akan naik mencapai 15 persen. Adapun asumsi Indonesian Crude Price (harga minyak mentah Indonesia) sekitar 70 dollar per barel.
"Pertama kali pendapatan di tahun depan akan menembus Rp 2.000 triliun, karena selama ini pendapatan negara selalu di bawah Rp 1.900 triliun. Tahun ini akan mendekati Rp1900 triliun, dan tahun depan menembus Rp 2.000 triliun. Dengan Rp 2.000 triliun ini kami bisa membelanjakan belanja kementerian lembaga dan daerah dalam rangka memperbaiki prioritas kita," ujar Sri Mulyani usai sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Rabu (18/7).
Baca juga, Pemerintah Dorong Efesiensi dalam Anggaran 2019.
Untuk asumsi makro, akan ada perubahan dalam psotur anggaran terakhir. Sebelumnya pemerintah menargetkan pertumbuhan di antara 5,2-5,6 persen yang kemudian akan dikerucutkan menjadi 5,3 persen.
Untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, Sri Mulyani belum berani merinci karena akan melihat perkembangan situasi terbaru bulan ini dan tren dalam beberapa waktu ke depan. Di sisi lain Pemerintah Indonesia pun harus mengantisipasi perubahan dinamis perekonomain global khususnya mengenai kenaikan suku bunga di AS.
Mantan Direktur Bank Dunia ini mengatakan, pemerintah saat ini tengah mendesain rancangan anggaran penerimaan dan belanja negara (RAPBN) 2019. Defisit anggaran akan ditekat di bawah dua persen dari produk domestik bruto (PDB).
Meski di bawah dua persen, anggaran ini ditargetkan cukup untuk tetap menstimulus perekonomian dan menjaga masyarakat terutama kelompok yang rentan akan segera difinalkan desainnya.
Sri Mulyani mengatakan, untuk mengurangi primary balance yang negatif, pemerintah sudah memaparkan kepada badan anggaran terkait tren pengelolaan utang yang menurun, konsisten, dan nyata. Capaian yang baik ini akan diteruskan pada 2019.
Terkait dengan subsidi energi, dia memaparkan, pemerintah tahun depan menargetkan adanya kenaikan subsdini solar dari Rp 500 per liter menjadi Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per liter. Namun ini masih tergantung dengan kondisi harga minyak dunia.
Dengan semua pagu indikatif yang dirancang, Sri Mulyani memastikan bahwa pemerintah siap menghadapi ketidakpastian global yang semakin meningkat dan bergejolak, termasuk adanya perang dagang. "APBN harus didesain menjadi instrumen fiskal yangs ehat kredibel dan prioritasnya makin tinggi," ujarnya.