REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan ada kelebihan belanja subsidi energi sebesar Rp 69 triliun pada akhir tahun anggaran 2018. Kelebihan belanja itu untuk mendukung pelaksanaan kinerja PT Pertamina dan PT PLN.
"Subsidi energi ini untuk mendukung Pertamina yang melakukan stabilisasi harga BBM dan PLN yang melaksanakan elektrifikasi di desa," kata Sri Mulyani dalam menyampaikan proyeksi realisasi APBN 2018 pada rapat kerja dengan Badan Anggaran, Jakarta, Selasa (17/7).
Sri Mulyani menjelaskan penghitungan kelebihan subsidi energi tersebut sudah memperhitungkan realisasi belanja subsidi energi pada semester I-2018 sebesar Rp 59,5 triliun atau 63 persen dari pagu Rp 94,5 triliun serta perbedaan harga solar yang ditetapkan dengan harga berlangsung. "Kami sudah bahas ini bersama dengan Menteri ESDM dan Menteri BUMN, beserta Pertamina dan PLN untuk melihat kondisi keuangan mereka," ujarnya.
Dengan kelebihan subsidi sebesar Rp 69 triliun dari pagu, realisasi belanja energi pada akhir 2018 diperkirakan mencapai Rp 163,5 triliun. Khusus untuk Pertamina, ia mengharapkan kenaikan alokasi belanja subsidi untuk menjaga perbedaan harga solar per liter dengan harga berlangsung itu bisa menjaga neraca Pertamina agar tidak terganggu, meski mendapatkan penugasan dari pemerintah.
"Neraca Pertamina tetap terjaga yaitu kebutuhan dari sisi operasi untuk menjalankan policy subsidi itu maupun dari sisi potensi keuntungan baik dari hulu maupun tekanan dari kegiatan hilir yang berkaitan dengan subsidi," ujarnya.
Selain itu, melalui keterlibatan pemerintah dalam pemberian subsidi energi ini, ia mengharapkan harga BBM bersubsidi tetap terjaga, yang secara tidak langsung, dapat menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok lainnya tetap stabil. "Secara keseluruhan, kebijakan ini untuk menjaga daya beli masyarakat dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan stabilitas, terutama ketika terdapat tekanan dari luar yang cukup besar," kata Sri Mulyani.