Selasa 17 Jul 2018 14:15 WIB

Laju Kurs Rupiah Menguat Tipis pada Selasa Siang

Neraca perdagangan Indonesia surplus.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas menunjukan pecahan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing, di Jakarta (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Petugas menunjukan pecahan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing, di Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laju kurs rupiah menguat tipis terhadap dolar AS pada spot perdagangan mata uang siang ini, Selasa, (17/7). Mata uang Garuda tersebut naik 0,08 persen atau 12 poin sehingga berada di posisi Rp 14.382 per dolar AS.

Pagi tadi, nilai tukar rupiah dibuka menguat pula terhadap dolar AS. Penguatannya hanya 0,03 persen atau empat poin di Rp 14.390 per dolar AS.

Meski begitu, rupiah sempat menguat 0,1 persen atau 14 poin ke Rp 14.380 per dolar AS. Mata uang Indonesia ini diharapkan tidak kembali lagi ke level Rp 14.400 per dolar AS mengingat laporan surplus neraca perdagangan.  

Sementara itu berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, (17/7), rupiah berada di posisi Rp 14.391 per dolar AS. Angka ini sedikit menguat dibandingkan posisi kemarin, (16/7) yang berada di level Rp 14.396 per dolar AS.

Sebelumnya, Mandiri Sekuritas memperkirakan, akan ada kenaikan suku bunga acuan lagi oleh Bank Indonesia (BI). Diprediksi, BI bakal menaikkan sebesar 25 basis poin (bps) lagi tahun ini dan 50 bps pada tahun depan.

"Membuat prediksi, suku bunga acuan BI sebesar enam persen. Terutama pada tingginya risiko eksternal dan inflasi," ujar Ekonom Riset Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy melalui laporan risetnya, Selasa, (17/7).

Baca juga, Perdagangan Indonesia Alami Surplus 1,74 Miliar Dolar AS.

Lebih jauh, kata dia, selaras dengan prediksi di atas, ada kemungkinan pula harga minyak eceran naik di 2019. "Pada sisi fiskal kami percaya, pemerintah akan lebih selektif dalam belanja untuk meningkatkan neraca fiskal primer sekaligus pada saat sama mengurangi tekanan impor," jelasnya.

Secara keseluruhan, karena otoritas fiskal dan moneter telah menetapkan konsentrasi pada perbaikan stabilitas ekonomi. Maka, Mandiri Sekuritas melihat, turunnya risiko pada prediksi pertumbuhan ekonomi 2018 dan 2019, masing-masing sebesar 5,3 persen dan 5,5 persen.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar 1,74 miliar dolar AS pada Juni 2018. Neraca perdagangan akhirnya mencatat surplus secara bulanan setelah terjadi defisit sejak April 2018.

 

Secara kumulatif dari Januari hingga Juni 2018, neraca dagang masih mencatat defisit sebesar 1,02 miliar dolar AS. "Secara kumulatif masih terjadi defisit karena pada Januari, Februari, April, dan Mei neraca dagang mengalami defisit. Hanya terjadi surplus pada Maret dan Juni," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Senin (16/7).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement