Kamis 12 Jul 2018 07:03 WIB

Gubernur BI: Kenaikan Suku Bunga Disambut Positif Investor

ank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Teguh Firmansyah
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo
Foto: Republika TV/Fakhtar Khairon
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan Bank Indonesia senantiasa menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah melalui berbagai instrumen kebijakan, termasuk koordinasi erat dengan Pemerintah.

Menurutnya, kebijakan kenaikan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen yang diputuskan Bank Indonesia pada 28-29 Juni 2018 mendapat persepsi positif investor dan mendorong arus masuk modal asing ke Indonesia.  "Langkah ini juga disambut baik pelaku pasar sehingga turut mendorong terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah," kata Perry melalui siaran pers, Rabu (11/7).

Perry menambahkan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, termasuk memperkuat implementasi reformasi struktural. Koordinasi yang erat diharapkan dapat mendorong ekspor, mengurangi impor, mendorong pariwisata dan arus masuk modal asing.

Perry menegaskan, Bank Indonesia akan terus berada di pasar untuk melanjutkan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar.

Laju kurs kembali melemah terhadap dolar AS sepanjang, Rabu, (11/7). Pada spot perdagangan, mata uang Garuda melemah 18 poin atau 0,13 persen di level Rp 14.385 per dolar AS.

Rabu pagi, nilai tukar rupiah juga dibuka melemah 19 poin di level Rp 14.386 per dolar AS. Jelang siang, rupiah semakin terperosok 26 poin ke Rp 14.393 per dolar AS. Hingga akhir perdagangan sesi I, kurs rupiah masih stagnan di Rp 14.393 per dolar AS.

Sementara, berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, mata uang rupiah berada di level Rp 14.391 per dolar AS. Angka itu lebih lemah dibandingkan posisi kemarin Rp 14.326 per dolar AS.

photo
Petugas menunjukan pecahan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing, di Jakarta (ilustrasi)

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menjelaskan, pergerakan kurs rupiah lebih dipengaruhi neraca perdagangan yang terus naik impornya. "Jadi kebutuhan valasnya besar. Apalagi ada perang dagang AS China, banyak perusahaan memitigasi dengan beli dolar AE lebih awal sebelum kembali menguat," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu, (11/7).

Kebijakan tersebut ditopang oleh pelaksanaan operasi moneter yang diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar valas maupun pasar uang.

"Di samping itu, relaksasi kebijakan LTV yang mendapat sambutan positif dari dunia usaha dan perbankan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit atau pembiayaan di sektor properti, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara umum," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement