Rabu 04 Jul 2018 18:25 WIB

Indeks Saham Akhirnya Kembali Menguat

Di hari yang sama, rupiah juga mulai menguat lagi

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Budi Raharjo
Pengunjung melihat pegerakan indeks saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Pengunjung melihat pegerakan indeks saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya ditutup menguat pada perdagangan hari ini, (4/7), setelah beberapa hari terakhir terus melemah. Penguatannya bahkan mencapai 1,77 persen atau 99,7 poin di level 5.733,64.

Pagi tadi, indeks saham sempat melemah 0,8 persen ke posisi 5.586 setelah dibuka. Hanya saja jelang akhir perdagangan sesi I, IHSG berbalik menguat walau hanya sekitar 0,04 persen.

Memasuki perdagangan sesi II, IHSG secara perlahan menanjak ke zona hijau. Sampai sekitar pukul 15.30 WIB, indeks saham menguat hingga 1,4 persen ke 5.713.

Beberapa saham emiten dari berbagai sektor juga tampak menghijau. Di sektor perbankan misalnya, empat saham bank besar seperti BMRI, BBNI, BBRI, serta BBCA ditutup menguat.

Kenaikan tertinggi terjadi pada saham Bank Mandiri (BMRI) yang menguat hingga 4,35 persen atau 275 poin di 6.600. Sementara saham Bank Central Asia (BBCA) naik 3,03 persen atau 625 poin di 21.225.

Beberapa saham di sektor konstruksi dan konsumer pun terlihat berada di zona hijau. Sayangnya, saham properti masih didominasi dengan pelemahan.

Saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) misalnya, melemah 0,68 persen atau 10 poin di 1.465. Meski begitu ada pula saham properti yang menguat seperti PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan kenaikan 1,23 persen atau 10 poin di 825.

CFA Chief Investment Officer Eastspring Indonesia Ari Pitojo mengatakan, memang agak susah memprediksi pergerakan IHSG saat ini. Pasalnya pasar pun tidak tahu sampai kapan sentimen negatif berakhir.

"Ibaratnya benci bisa cepat berubah ketika situasi emosi berubah. Hanya saja kita nggak tahu benci sampai kapan, ya sudah kita masuk saja," ujarnya kepada wartawan du Jakarta, Rabu, (4/7).

Menurutnya, pelemahan IHSG yang terjadi beberapa waktu lalu memang sudah di luar rasionalitas. Bahkan pelemahan beberapa sektor sudah berlebihan. "Maka semua tergantung sentimen. Kita tunggu saja," tegas Ari.

Pengamat Pasar Modal Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambada pun berharap, selanjutnya IHSG bisa bertahan di atas support 5.550 sampai 5.590 untuk mencegah pelemahan lebih dalam. "Resisten diharapkan dapat menyentuh tipis di Kisaran 5.650 hingga 5.685," ujarnya.

Ia menegaskan, berbagai sentimen harus tetap diwaspadai. Terutama yang bisa menyebabkan pelemahan IHSG.

Rupiah menguat

Berdasarkan kurs rerensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, Rabu, (4/7), mata uang Garuda itu telah meninggalkan level Rp 14.400 per per dolar AS tepatnya Rp 14.343 per dolar AS. Sebelumnya kemarin, (3/7) rupiah melemah hingga ke posisi Rp 14.418 per dolar AS. Padahal pada Senin, (2/7), sempat menguat di level Rp 14.331 per dolar AS.

Sementara itu, pada spot perdagangan mata uang, kurs rupiah ditutup menguat 0,24 persen atau 34 poin di Rp 14.363 per dolar AS. Sejak dibuka pagi tadi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang menunjukkan penguatan.

Bahkan sekitar pukul 09.00 WIB, penguatan rupiah sempat mencapai 63 poin. Dengan begitu pada perdagangan hari ini, kurs rupiah resmi meninggalkan level Rp 14.400 per dolar AS.

CFA Chief Investment Officer Eastspring Indonesia Ari Pitojo mengatakan, pergerakan rupiah memang tidak bisa dipastikan. Pasalnya laju mata uang Indonesia itu dipengaruhi oleh berbagai sentimen.

"Jadi outlook rupiah tergantung sentimen. Hanya saja pelemahan yang terjadi memang dampak dari trade war antara AS dan Cina," jelas Ari kepada wartawan di Jakarta, Rabu, (4/7).

Lebih lanjut, kata dia, melemahnya rupiah dipengaruhi pula oleh pergerakan mata uang Cina yuan yang juga melemah. "Ketika yuan melemah pasti rupiah ngikut dan yuan melemah akibat trade war. Maka kita akan tunggu bagaimana situasi ini," tuturnya.

Menurutnya, trade war atau perang dagang antara Cina dan AS tidak sesederhana yang terjadi. Dengan begitu, dari sisi strategis, AS harus berbuat sesuatu untuk mencegah tren impor dari Cina berlanjut.

"Jadi menurut kami ini akan terus bergejolak, AS akan terus ganggu Cina karena AS sekarang sudah menganggap Cina setara. Trade war ini tidak akan selesai dengan cepat," tegas Ari.

Sementara itu dari sisi sentimen domestik, dirinya menilai perekonomian Indonesia akan Bagus. Ditambah Bank Indonesia tidak hanya menaikkan suku bunga acuan tapi juga melonggarkan kebijakan Loan to Value (LTV).

"Maka paling tidak sentimen dari domestik netral ke arah positif. Sedangkan dari pasar global, ketidakpastiannya memang cukup tinggi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement