Selasa 03 Jul 2018 20:14 WIB

Rupiah Melemah, Kembali ke Level Rp 14.400 per dolar AS

Kenaikan suku bunga dinilai belum mampu menahan pelemahan rupiah.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergerakan kurs rupiah sampai hari ini masih melemah terhadap dolar AS. Berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah kini berada di level Rp 14.418 per dolar AS.

Padahal pasca-Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 50 basis poin (bps), nilai tukar rupiah sempat menguat. Bahkan kemarin, (2/7), naik ke posisi Rp Rp 14.331 per dolar AS.

Sementara itu, di spot perdagangan mata uang, rupiah ditutup melemah tujuh poin atau 0,05 persen di Rp 14.397 per dolar AS. Sebelumnya, di awal perdagangan sesi II, mata uang Garuda tersebut sempat terperosok hingga Rp 14.440 per dolar AS.

Senior Analyst CSA Research Institute Reza Priyambada menilai, meski laju suku bunga acuan telah dinaikan sebesar 50 bps atau sesuai keinginan pasar untuk meredam pelemahan rupiah lebih dalam, namun tidak banyak berimbas pada pergerakan Rupiah. Pasalnya, pelaku pasar masih mencermati perkembangan dari potensi terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

"Sehingga permintaan akan mata uang atau safe heaven masih lebih besar. Sementara itu, dari dalam negeri belum adanya sentimen terbarukan selain dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia yang memang ditunggu pelaku pasar," ujar Reza di Jakarta, Selasa,  (3/7).

Ia menjelaskan, belum selesai masalah potensi perang dagang AS-Cina, di internal Cina pun sudah ada masalah. Hal itu kemungkinan imbas dari perang dagang sehingga kegiatan bisnis di kedua negara terganggu.

Pebisnis Cina, kata dia, terkendala kirim barang ke AS begitupun sebaliknya. Dengan begitu, kondisi makro ekonomi keduanya juga akan terganggu.  "Tentunya ini dapat berimbas pada mitra dagang mereka lainnya. So, wajar klo dalam beberapa hari ke depan pasar cenderung fluktuatif melemah," kata Reza.

Lebih lanjut, kata dia, kendati kenaikan suku bunga acuan merupakan sentimen sesaat untuk meredam gejolak rupiah, namun diharapkan dapat membuka peluang kenaikan lanjutan. Sentimen dari dalam negeri lainnya juga dinantikan pelaku pasar terutama rilis data-data ekonomi di awal bulan.

"Di sisi lain, pergerakan kurs euro yang menguat setelah adanya kesepakatan terkait imigran. Diharapkan berimbas positif pada pergerakan kurs rupiah," ujarnya.

Baca juga,  Rupiah Tertekan, Suku Bunga Acuan Naik Hingga 50 Bps.

Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuannya BI 7 Days Reverser Repo Rate sebesar 50 basis poin. Dengan kenaikan itu, kini suku bunga ditetapkan sebesar 5,25 persen dari sebelumnya 4,75 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, langkah ini diambil demi menstabilkan nilai tukar rupiah di tengah berbagai tekanan global, terutama dari Amerika Serikat (AS).

 

"Keputusan ini berlaku efektif mulai Jumat 29 Juni 2018," ujar Perry di gedung BI, Jakarta, Jumat, (29/6).

Tidak hanya suku bunga acuan, bank sentral juga menaikkan suku bunga deposit facility dan lending facility sebesar 50 basis poin, masing-masing menjadi 4,5 persen serta 6 persen.

Perry pun menjelaskan, keputusan kenaikan suku bunga tersebut merupakan langkah lanjutan Bank Indonesia untuk secara pre-emptive, front-loading, dan a head of the curve menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara. Ditambah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement