Selasa 03 Jul 2018 19:17 WIB

Menkeu: Penjualan Surat Utang Tetap Kondusif

Total penawaran yang masuk dalam lelang SUN 3 Juli mencapai Rp 21 triliun.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Menteri Keuangan Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini minat investor pada Surat Utang Negara (SUN) tetap terjaga. Pemerintah berhasil menjual SUN dalam lelang sebesar Rp 11 triliun dari total penawaran sebesar Rp 21 triliun.

"Saya rasa itu adalah salah satu bentuk dinamika pasar yang cukup baik apalagi mempertimbangkan situasi yang sekarang sedang terjadi. Sentimen terhadap mata uang regional terutama RRT masih terus berlanjut sehingga kita harus terus mewaspadai," kata Sri di kompleks parlemen, Jakarta pada Selasa (3/7).

Berdasarkan siaran pers yang dirilis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, pemerintah melakukan lelang SUN pada 3 Juli 2018 untuk seri SPN12181004 (reopening), SPN12190704 (new issuance), FR0063 (reopening), FR0065 (reopening) dan FR0075 (reopening) melalui sistem lelang Bank Indonesia. 

Meski BI telah menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate 50 basis poin menjadi 5,25 persen, ternyata minat investor belum meningkat. Dalam lelang tersebut, total penawaran yang masuk sebesar Rp 21 triliun. Total penawaran itu lebih rendah dari lelang SUN pada 5 Juni 2018 yang sebesar Rp 29 triliun.

Baca juga, Rupiah Melemah, Menkeu: Kita Seleksi Impor.

Sri mengaku, pemerintah akan terus mencermati pengelolaan APBN hingga akhir tahun di tengah gejolak perekonomian yang tengah terjadi. Ia pun meyakini kebutuhan pembiayaan akan tetap terjaga hingga akhir tahun.. "Kita berhati-hati dan saya merasa pembiayaan tetap terjaga sampai akhir tahun," kata Sri.

Pemerintah juga berencana untuk lebih selektif dalam melakukan impor. Hal itu guna memperbaiki neraca transaksi berjalan yang masih mengalami defisit. Untuk diketahui, neraca transaksi berjalan defisit sebesar 2,1 persen terhadap PDB pada kuartal pertama 2018.

"Kita akan mulai meneliti kebutuhan impor, apakah itu memang betul-betul yang dibutuhkan untuk perekonomian Indonesia dan secara selektif akan meneliti siapa-siapa yang membutuhkan apakah itu dalam bentuk bahan baku ataupun barang modal," kata Menkeu Sri. 

Menkeu menjelaskan, pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan terus mewaspadai kondisi yang terkait dengan dinamika nilai tukar maupun dari keseluruhan perekonomian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement