Jumat 22 Jun 2018 13:23 WIB

BI Beri Sinyal Bakal Kembali Naikkan Suku Bunga Akhir Juni

Ini akan menjadi kenaikan suku bunga acuan untuk yang ketiga kalinya pada tahun ini

Gubernur Bank Indonesia - Perry Warjiyo
Foto: Republika/ Wihdan
Gubernur Bank Indonesia - Perry Warjiyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menekankan kebijakan yang akan diambil pada pertemuan 27-28 Juni 2018 dapat berupa kenaikan suku bunga acuan untuk yang ketiga kali tahun ini. Selain itu, kata Perry, adalah pelonggaran pemberian pinjaman untuk perumahan (loan to value/LTV).

Menurut dia, ada probabilitas kenaikan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate dari level 4,75 persen saat ini, terutama untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS The Federal Reserve yang diyakini terjadi empat kali tahun ini, dan normalisasi moneter dari Bank Sentral Eropa.

"Tunggu saja pekan depan, pernyataan saya sudah jelas, dapat berupa kenaikan suku bunga acuan dan relaksasi loan to value," ujar dia di Jakarta, Jumat (22/6).

Bank Sentral akan menggelar Rapat Dewan Gubenur bulanan pada 27-28 Juni 2018. Pernyataan Perry tersebut mencuat, di tengah tren pelemahan rupiah pasca-libur Idul Fitri. Rupiah melemah sejak awal tahun hingga saat ini sebesar 2,3 persen (ytd).

Sejak pembukaan perdagangan Rabu (20/6) hingga hari ini, Jumat (22/6), usai libur panjang pasar karena Idul Fitri, nilai rupiah menunjukkan pelemahan. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat (22/6) pagi melemah 6 poin (0,04 persen) menjadi Rp 14.108 per dolar AS dibandingkan pada posisi sebelumnya Rp 14.102 per dolar AS.

Perry melihat pelemahan rupiah masih wajar, jika dibandingkan pelemahan mata uang di negara lain. Apalagi kondisi ekonomi domestik, tercermin cukup baik, salah satunya karena laju inflasi yang diprediksi sebesar 3,6 persen (yoy) tahun ini.

"Pelemahan wajar dalam arti kalau kita bandingkan dengan negara negara lain secara tahun kalender berjalan. Jangan dilihat satu hari kemarin saja. Selama libur panjang, itu terjadi kenaikan mata uang global. Semua mata uang juga melemah, jadi tidak usah kaget," ujarnya.

Perry menekankan Bank Sentral akan konsisten menerapkan kebijakan antisipatif (pre-emptive), dan yang bersifat lebih mendahului (ahead of the curve) untuk menghadapi tekanan terhadap stabilitas ekonomi domestik. "BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead of the curve," ujarnya.

Bank Sentral tahun ini sudah menaikkan dua kali suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate ke 4,75 persen, untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah akibat normalisasi kebijakan moneter AS dan juga perbaikan data ekonomi AS yang mengeluarkan modal asing yang masuk ke Indonesia. Kenaikan suku bunga acuan itu ditempuh dalam tempo hanya dua pekan pada akhir Mei 2018.

BI kini menerapkan kebijakan moneter yang mengarah ke pengetatan (bias ketat) dan berjanji untuk mengoptimalkan ruang kenaikan suku bunga acuan, namun tetap secara terukur dan bergantung pada perkembangan data ekonomi terakhir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement