REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, performa ekonomi Indonesia masih mengalami stagnasi. Ia mengaku, dalam empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh di kisaran lima persen.
"Tahun ini kemungkinan ekonomi hanya tumbuh di kisaran 5,1 persen. Bisa stagnan juga di 5,1 hingga 5,15 persen pada 2019 karena tekanan ke pertumbuhan ekonomi berlanjut," kata Bhima ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (6/6).
Dengan proyeksi tersebut, Bhima meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meleset dari perkiraan pemerintah yang sebesar 5,18 hingga 5,4 persen pada 2018. Begitu pula, dengan asumsi makro pertumbuhan ekonomi yang disepakati Komisi XI DPR dan pemerintah yakni 5,2 hingga 5,6 persen pada 2019.
Bhima menilai, Indonesia harus terus mewaspadai risiko global seperti kenaikan Fed Fund Rate (FFR) hingga empat kali di 2019. Tren ekonomi AS juga dinilai cukup positif seperti tingkat pengangguran 3,8 persen dan inflasi bergerak ke sasaran dua persen.
"Kelanjutan kenaikan Fed rate bisa berpengaruh ke aliran dana asing ke Indonesia. Hal ini membuat fluktuasi kurs rupiah sangat mungkin berlanjut hingga 2019," ujar Bhima.
Selain itu, ketidakpastian perang dagang antara AS dan negara lain khususnya Cina, Meksiko, Kanada, dan Uni Eropa. Bhima mengaku, beberapa negara saat ini melakukan gugatan ke World Trade Organization (WTO). Retaliasi dagang pun terjadi dengan adanya kenaikan bea masuk produk AS.
"Efek perang dagang berpengaruh signifikan ke kinerja ekspor Indonesia.Fluktuasi harga minyak mentah juga bisa terjadi akibat geopolitik dan ketidakpastian pasokan minyak negara OPEC, Rusia serta AS," kata Bhima.
Kendati demikian, Indonesia juga bisa meraih peluang dari eksternal. Ekonomi global diprediksi masih akan tumbuh di kisaran 3,5 hingga 3,8 persen tahun ini. Pertumbuhan negara berkembang khususnya Asia pun diproyeksikan cukup positif pada rentang 5 hingga 5,1 persen. "Kenaikan harga komoditas dan membaiknya permintaan dari Cina jadi sentimen pendongkrak pertumbuhan Asia," kata Bhima.
Baca: BI: Pertumbuhan Ekonomi akan di Bawah Proyeksi