REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi bergerak menguat sebesar 10 poin. Rupiah ditransaksikan Rp13.870 dibanding posisi sebelumnya Rp 13.880 per dolar AS.
Mata uang Garuda sejak akhir pekan lalu terus bergerak menjauhi level psikologis Rp14.000 per dolar AS. Meski pada pembukaan pagi ini, rupiah sempat melemah sebesar lima poin di level Rp13.885 per dolar AS.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, Rabu (4/6)) mengatakan, laju dolar AS masih terlihat melemah dibandingkan mata uang euro, namun laju rupiah berbalik melemah tipis.
Ia memperkirakan, beralihnya pelaku pasar ke mata uang euro, telah membuat laju euro bergerak positif. Investor memanfaatkan sejumlah berita-berita terkait rencana Bank Sentral Eropa (ECB) yang akan mengeluarkan stimulusnya dan kian meredanya kondisi politik di Italia terutama setelah PM Italia Giuseppe Conte menyatakan tidak akan keluar dari Zona Euro,
"Sementara itu, sentimen dari dalam negeri telah terserap oleh pelaku pasar sehingga membuat laju rupiah berkurang volatilitasinya," ujar Reza.
Telah terserapnya semua sentimen di pasar, lanjut Reza, membuat laju rupiah mulai terbatas kenaikannya sehingga terjadi peralihan ke mata uang lainnya yang memiliki ruang penguatan lebih tinggi.
Euro yang sebelumnya turun dalam seiring respons negatif terhadap kondisi politik di Italia, kini sudah mulai bergerak naik sehingga dimanfaatkan pelaku pasar untuk kembali masuk. "Pergerakan rupiah pun diperkirakan masih ada kecenderungan terbatas," kata Reza.
Adapun rupiah diestimasikan akan bergerak dengan kisaran "support" Rp13.882 per dolar AS dan resisten Rp13.865 per dolar AS.
Sejak pekan lalu, Rupiah mulai meninggalkan level Rp 14 ribu per dolar AS. Kendati begitu Bank Indonesia tetap waspada menghadapi kemungkinan tekanan yang akan mungkin masih menerpa rupiah. Bank sentra bahkan masih membuka peluang untuk menaikkan suku bunga acuan yang saat ini sudah berada di posisi 4,75 persen.
"Kita mengkalibrasi perkembangan di luar dan di dalam. Komponen data dependence-nya ada, tapi kita juga berikan guidance forward bahwa kita melihat adanya room suku bunga untuk disesuaikan lagi," kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo usai diskusi publik di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (5/6).
Kendati demikian, Dody menampik kenaikan suku bunga acuan BI akan selalu mengikuti kenaikan Fed Fund Rate (FFR). Ia menuturkan, kenaikan suku bunga acuan BI mengikuti perkembangan kondisi eksternal dan internal.
"Jadi tidak selalu one to one. Fed naik empat kali, kita naik empat kali, tidak begitu juga. Karena kita lihat bagaimana kondisi ekspektasi depresiasi itu dijaga, bagaimana overshooting tidak terjadi, dan sentimen masyarakat dijaga," ujar Dody.