REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT ALAMI Teknologi Sharia (ALAMI), perusahaan teknologi finansial (tekfin) aggregator syariah pertama di Indonesia, meluncurkan platform digital, Senin (4/6).
Platform digital tersebut diharapkan mampu menjadi wadah bagi usaha kecil dan menengah (UKM) dalam mengakses pembiayaan ke berbagai lembaga keuangan syariah di Indonesia dengan mudah.
“Sebagai perusahaan aggregator, ALAMI memiliki misi untuk membuka akses seluas mungkin kepada para pelaku usaha untuk terus bertumbuh dengan sokongan pendanaan dari lembaga keuangan syariah,” kata CEO dan Founder ALAMI, Dima Djani, saat memimpin diskusi panel “Islamic Banking 4.0: The Rise of Technology and Sharing Economy” di Jakarta, Senin (4/6).
Diskusi panel tersebut menampilkan nara sumber pakar perbankan syariah Dr A Riawan Amin, CEO of Karim Consulting, Adiwarman Karim; Head of Syndication & Capital Markets Emirates Islamic Bank, Romy Buchori; Head of Investor Relations and Engagement Tyrb Group, Herston Powers; dan sosok milenial, Tasya Kamila.
Dima mengemukakan, ALAMI diyakini mampu sebagai katalis untuk merevolusi wajah industri keuangan syariah di Indonesia melalui upaya digitalisasi beberapa hal dalam proses pembiayaan. “Kolaborasi antara perbankan syariah dan perusahaan tekfin akan memberikan dampak yang signifikan di beberapa aspek perekonomian, sekaligus menata kembali wajah industri keuangan syariah,” ucap Dima dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (4/6).
Secara spesifik, Dima menyebutkan, sektor perbankan syariah di Indonesia masih belum memiliki teknologi memadai seperti perbankan konvensional yang bisa memudahkan masyarakat dalam mengakses berbagai layanannya.
“Kolaborasi menjadi jalan keluar yang efisien dari segi biaya dan waktu, di mana perbankan syariah bisa memanfaatkan inovasi dari perusahaan tekfin. ALAMI sebagai contoh, telah berhasil menerapkan kolaborasi ini bersama beberapa rekanan institusi keuangan syariah ternama sejak 2017,” terangnya.
Industri keuangan syariah di Indonesia pada dasarnya sangat beragam dari segi penyedia jasa dan layanan mulai dari perbankan, asuransi, multi finance, dana pensiun sampai manajemen investasi. Secara khusus, pemerintah bahkan telah menyiapkan peta jalan yang tertuang dalam kerangka Roadmap Pengembangan Keuangan Syariah Indonesia 2017-2019.
Sampai dengan tahun 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aset keuangan bank syariah di Indonesia mencapai Rp 897,1 triliun. Nilai aset ini belum termasuk saham dengan proporsi industri perbankan syariah mencapai sebesar Rp 355,9 triliun.
Dalam diskusi yang juga turut mengundang pakar ekonomi syariah dan teknologi mulai dari Karim Consulting, Emirates Islamic, hingga Tryb Group, dapat disimpulkan bahwa Indonesia membutuhkan inisiatif yang lebih agresif bagi pelaku industri keuangan syariah jika ingin meningkatkan daya saingnya di pasar.
Adiwarman Karim, CEO dari Karim Consulting mengemukakan bahwa untuk perbankan syariah mengejar ketertinggalannya dari perbankan konvensional akan cukup memakan waktu dan biaya. “Salah satu solusi yang paling efektif adalah dengan memanfaatkan layanan digital yang dimiliki oleh perusahaan tekfin,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Herston Powers, Head of Investor Relations and Engagement Tryb Group. Kolaborasi perbankan dengan tekfin pada dasarnya sudah banyak dilakukan oleh banyak negara di dunia. Secara spesifik dalam mengembangkan layanan terhadap pasar yang belum tergarap sebagai inklusi keuangan. “Ini merupakan hal yang umum di negara mapan, maupun negara berkembang,” ungkapnya.
Duma menambahkan, pertumbuhan generasi milenial di usia produktif merupakan peluang untuk mengedukasi pasar dengan cara yang paling familiar dengan mereka, yakni teknologi. Saat ini kalangan Muslim milenial telah banyak memanfaatkan layanan digital untuk saling bertukar informasi mengenai tren dan preferensi mereka dalam memilih produk atau layanan sehari-hari mulai dari makanan hingga kosmetik.
"Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing keuangan syariah di Indonesia, dibutuhkan produk dan layanan keuangan syariah yang disesuaikan dengan karakter pasar, salah satunya terhadap generasi muslim milenial," ujarnya.
Salah satu sosok milenial, Tasya Kamila, juga turut memberikan pandangannya terhadap tren anak muda yang kini mulai mempertimbangkan unsur keagamaan dalam mengambil keputusan sehari-hari.
“Muslim milenial zaman now saat ini sudah mulai peka untuk mengambil keputusan yang terkait kehidupan sehari-hari mereka dari segi agama. Misalnya saja, tingkat kesadaran mereka tentang riba hingga label halal dalam makanan dan kosmetik. Pergeseran tren ini mau tidak mau muncul karena mudahnya akses informasi. Dampaknya dalam industri keuangan, pelaku industri keuangan kini berlomba-lomba untuk membuat dan memasarkan produk dan layanannya sesuai dengan keinginan pasar,” tutur Tasya.
Tasya juga menambahkan, kesadaran akan pembiayaan syariah juga perlu ditingkatkan mengingat dalam beberapa tahun ini terjadi peningkatan tren milenial untuk menjadi ‘CEO’ dari usaha yang mereka bangun sendiri.
“Menyikapi hal di atas, maka peran tekfin syariah menjadi penting tidak hanya untuk mendukung perbaikan kinerja industri keuangan syariah secara jangka panjang, namun secara tidak langsung menjadi media bagi masyarakat untuk lebih mengenal produk syariah dan bisa memberikan akses yang mudah melalui platform digital,” papar Tasya.
Sejalan dengan hal tersebut, Dima menambahkan, “ALAMI sebagai perusahaan tekfin aggregator berkomitmen untuk mempercepat literasi dan inklusi keuangan syariah dengan cara memberdayakan para pengusaha yang berkualitas untuk mengembangkan usahanya melalui akses pembiayaan yang mudah, dengan basis syariah.”
Dima juga menegaskan bahwa ALAMI akan tetap menyesuaikan model bisnisnya dengan koridor syariah. Sebab, bagaimanapun penerapan teknologi finansial dalam skema syariah tetap perlu mengacu pada fokus pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
“Kami berharap bahwa melalui inovasi dan teknologi yang dikontribusikan, ALAMI mampu merevolusi industri keuangan syariah serta menjadi katalis dalam mengembangkan ekosistem sharing economy berbasis syariah di Indonesia,” tutup Dima.