REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring dengan perkembangan teknologi, ketergantungan masyarakat terhadap sumber energi sehari-hari semakin meningkat. Pentingnya persediaan gas sebagai bahan bakar untuk memenuhi kehidupan sehari-hari memang tidak dapat dipungkiri. Saat ini gas telah digunakan untuk berbagai keperluan sejak bertahun-tahun silam, mulai dari kebutuhan rumah tangga, komersial, transportasi bahkan industri.
Sumber pasokan gas bumi Indonesia saat ini jauh lebih besar dibandingkan dengan minyak bumi. Namun keberadaan sumber gas jauh terkadang jauh dari pusat permintaan sehingga dibutuhkan infrastruktur yang dapat mendistribusikan gas ke pengguna akhir.
Menyadari keterbatasan infasruktur pipa gas membuat kekayaan gas bumi tak bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk dinikmati di dalam negeri, PGN melakukan solusi inovatif yaitu melalui penyediaan GasLink yang merupakan solusi penyediaan gas bumi untuk lokasi tanpa jaringan pipa distribusi gas bumi. GasLink menggunakan teknologi Gas Transportation Module (GTM) dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG) untuk pengguna gas bumi di sektor industri dan komersial. Hal itu tentunya merupakan solusi pendistribusian gas bumi yang dinanti-nanti oleh oleh wilayah yang belum terdapat jaringan pipa gas bumi.
Solusi inovatif yang ditawarkan oleh PGN ini untuk mendukung program Pemerintah dengan memperluas cakupan distribusi dan utilisasi gas bumi disektor industri dan komersial tanpa ketergantungan terhadap ketersediaan infrastruktur pipa. Hingga saat ini, PGN melalui anak usaha PT Gagas Energi Indonesia telah berhasil memasarkan GasLink ke lebih dari 60 pelanggan yang tersebar di sejumlah kota/kabupaten di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Lampung, Batam, Bandung, Kolaka, dan Pati. GasLink hadir sebagai solusi energi yang lebih ekonomis dan mudah bagi masyarakat Indonesia, tersedia dalam berbagai kapasitas GTM mulai dari 25 meter kubik hingga 4.000 meter kubik CNG.
Salah satu restoran yang sudah menggunakan produk ini adalah Restoran Top Yammie. Restoran ini merupakan restoran masakan Cina di bilangan Mangga Besar, Jakarta Barat.
Restoran ini sudah menggunakan GasLink lebih dari satu tahun dengan konsumsi 4.000 sd 5.000 m3/bulan. Menurut Purchasing Manager Restoran Top Yammie, Indar, sejak penggunaan GasLink terdapat efisiensi pengeluaran yang digunakan hingga 40 persen dibandingkan dengan LPG.
Terkait dengan kebutuhan memasak yang dikenal membutuhkan api yang kuat dan besar, menurut Chef Top Yammie, Koh Away, api yang dibutuhkan selama memasak terpenuhi dengan penggunaan produk GasLink. “Apinya kencang dan bagus, tidak ada masalah,” kata Koh Away.
Dengan menggunakan GasLink dari PGN, masyarakat akan mampu menghemat biaya sekitar 40 persen dibandingkan dengan penggunaan LPG. Hal ini membuat daya beli pengguna energi sektor industri dan komersial kian bertambah.
Selain lebih murah, GasLink dari PGN juga aman dan ramah lingkungan, ditambah lagi produk ini tidak membebani APBN negara karena merupakan produksi gas nasional. Hingga saat ini, lebih dari 50 persen LPG yang digunakan di Indonesia saat ini merupakan hasil impor dari negara-negara timur tengah yang bernilai triliunan rupiah.
Selain itu ketergantungan Indonesia akan bahan bakar minyak semakin meningkat, hal ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dimana jumlah impor minyak mentah Indonesia pada Januari 2018 yang mencapai 573,6 juta dolar AS naik signifikan sebesar 95,63 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (yoy) 293,2 juta dolar AS. Melihat ketergantungan yang sangat tinggi dari minyak impor ini, sudah saatnya Indonesia beralih ke sumber energi yang tidak membebani subsidi negara, lebih murah, aman dan ramah lingkungan untuk menggantikan bahan bakar minyak, solar atau diesel.
Dengan beralih ke GasLink selain mendapatkan manfaat efisiensi bagi pelaku industri dan komersial, juga berarti membantu mengurangi beban pemerintah akan ketergantungan pada subsidi untuk kemandirian negeri. GasLink, energi bersih untuk kemandirian negeri.