REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2017.
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengungkap, opini WTP diberikan BPK kepada LKPP tahun 2017 berdasarkan hasil pemeriksaan atas 87 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) tahun 2017.
"BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2017. Hal itu mengandung arti bahwa pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN 2017 dalam laporan keuangan secara material telah disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah," ujar Moermahadi saat sambutan dalam penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2017 kepada DPR dalam Sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/5).
Moermahadi memerinci dari pemeriksaan BPK terhadap LKPP dari 87 LKKL dan satu LKBUN. BPK memberikan opini WTP terhadap 79 LKPP dan satu LKBUN atau sekitar 91 persen.
Kemudian, ada enam LKPP yang mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), yakni Kementerian Pertahanan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, dan Lembaga Penyiaran Publik TVRI.
Sementara itu, BPK tidak menyatakan pendapat (TMP) pada dua LKKL pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla). Alasannya, karena Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Bakamla ada pembatasan lingkup pada belanja modal dan belanja barang.
Sedangkan, pada Bakamla karena aset tetap konstruksi dalam proses tidak dapat diyakini keberadaannya, serta pembatasan lingkup pemeriksaan. "Sehingga, BPK tidak memiliki keyakinan yang memadai untuk menyatakan opini kewajaran atas laporan keuangan KKP dan Bakamla," ujar Moermahadi.
Moermahadi juga mengungkap permasalahan delapan LKKL yang belum memperoleh opini WTP meliputi permasalahan penerimaan negara bukan pajak, belanja barang, belanja modal, piutang bukan pajak, persediaan, aset tetap, aset lainnya, dan utang kepada pihak ketiga.
Menurut dia, terdapat permasalahan terkait persediaan pada Kementerian Pertahanan karena adanya mekanisme pelaksanaan anggaran secara khusus berbeda dengan kementerian lembaga lainnya.
Hal itu berdampak pada kompleksitas pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan Kementerian Pertahanan terkait belanja, persediaan, aset tetap, dan dana yang dibatasi penggunaannya.
"Namun, permasalahan dari delapan LKLL itu secara keseluruhan tidak berdampak material pada kesesuaian LKPP tahun 2017 terhadap standar akuntansi pemerintahan," katanya.