Rabu 23 May 2018 12:22 WIB

Rio Tinto Tawarkan Harga Saham 3,5 Miliar Dolar AS ke Inalum

Rio Tinto akan menjual kepemilikan sahamnya di tambang Grasberg, Papua.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
 Aktivitas dan lokasi penambangan di Grasberg yang selalu tertutup kabut dengan kandungan oksigen yang tipis.
Foto: Republika/Maspril Aries
Aktivitas dan lokasi penambangan di Grasberg yang selalu tertutup kabut dengan kandungan oksigen yang tipis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan tambang Inggris-Australia, Rio Tinto, dikabarkan sudah melakukan pertemuan dengan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Reuters pada Rabu (23/5) mengabarkan dalam pertemuan tersebut, Rio Tinto sudah membicarakan penawaran harga tambang Grasberg, Papua.

Rio Tinto berniat untuk menjual harga saham tambang tembaga terbesar kedua di dunia itu ke Inalum seharga 3,5 miliar dolar AS. Meski angka tersebut sudah muncul, belum ada kesepakatan yang dicapai antara Inalum dan Rio Tinto.

Baca juga, Dirut Inalum: Kepemilikan Saham Freeport Kompleks

Begitu juga belum adanya kepastian perjanjian yang mengikat dengan Inalum untuk menandatangani penawaran tersebut. Dalam pernyataan resminya, Rio Tinto hanya menanggapi angka tersebut merupakan harga potensial dari saham tersebut.

Terkait tambang Grasberg yang dioperasikan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI), Rio Tinto memiliki hak kelola sebesar 41 persen. Hak kelola tersebut rencananya akan dibeli Inalum agar Indonesia bisa menguasai saham Freeport sebesar 51 persen.

Sementara itu, manajer investasi Karara Capital di Melbourne, Rohan Walsh, menilai harga tersebut cukup masuk akal. "Ini meningkatkan sedikit modal, menyingkirkan beberapa masalah tata kelola," kata Walsh.

Inalum mengatakan awal bulan ini bahwa divestasi Freeport dari kepentingan pengendali masih direncanakan untuk 2018, meskipun harga dan beberapa persyaratan kontrak masih harus disepakati.

Analis pertambangan Fat Prophets David Lennox menilai harga 3,5 miliar dolar AS tersebut tidak signifikan. Sebab, menurut Lennox, ukuran dan neraca relatif terlihat sehat.

"Saya menduga mereka melihat aset itu dan berpikir bisa melakukan yang lebih baik dengan modal, menginvestasikannya kembali ke operasi yang sudah ada atau memperbaiki neraca," kata Lennox.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement