Jumat 18 May 2018 15:28 WIB

Kebijakan Impor Beras Pemerintah Dikritik

Pemerintah diminta untuk menjelaskan secara rinci mengapa kebijakan itu diambil.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Teguh Firmansyah
Beras (ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Beras (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Rencana Pemerintah melakukan kebijakan impor beras sangat disayangkan. Kebijakan impor itu dinilai sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam menunaikan kewajibannya memenuhi kebutuhan pangan nasional.

Wakil Ketua Bidang Pekerja Petani dan Nelayan (BPPN) Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Riyono mengungkapkan, Pemerintah seharusnya menjelaskan secara rinci mengapa kebijakan impor beras itu kembali diambil.

Dalam persepektif cadangan pangan nasional, hal ini sebenarnya sangat sederhana. Berapa kebutuhan dan berapa cadangan beras nasional yang ada."Yang mejadi pertanyaan mengapa tidak dijelaskan terlebih dahulu untuk melihat perlunya kebijakan impor tersebut," ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon Jumat (18/5).

Di sisi lain, kebijakan impor ini diambil saat Menteri Pertanian berulang kali menegaskan ketercukupan cadangan pangan nasional, produksi pangan surplus dan sebagainya."Inilah mengapa kami sangat menyayangkan kebijakan impor beras oleh Pemerintah ini," ungkapnya.

 

Ia juga mencemaskan, kebijakan imporberas bakal berdampak secara makro. Sebab pada April 2018 saja, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit hingga Rp 22 triliun. Dari sisi perspektif keberpihakan kepada petani juga sangat disayangkan. Karena kebijakan impor beras ini juga akan merugikan para petani, tidak hanya secara psikologis namun juga secarapolitis.

Seperti diketahui, kebijakan impor beras 500 ribu ton jilid II bakal dilakukan pemerintah. Pada Januari lalu sebanyak 500 ribu ton beras impor telah masuk ke Indonesia untukmengamankan pasokan.

Namun rencana kebijakan ini menuaireaksi dari banyak pihak. Karena jika rencana impor beras kali inidirealisasikan, maka dalam di tahun ini Pemerintah telah mengimpor 1 juta ton beras.

Para petani di sentra produksi beras Kabupaten Cirebon dan Indramayu juga sangat menentang kebijakan impor beras yang kembali dilakukan pemerintah. Telebih lagi, saat ini petani sedang panen raya dengan produksi yang meningkat.

"Ditengah panen raya dan produksi yang meningkat, kok malah impor? Pantas tidak?," kata Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indnesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (17/5).

Tasrip mengatakan, produksi panen petani di Kabupaten Cirebon saat ini rata-rata mengalami kenaikan sekitar sepuluh persen. Yakni dari 5,5 ton per hektare pada tahun lalu menjadi 6,1 ton per hektare pada tahun ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penambahan impor beras sebesar 500 ribu ton adalah upaya untuk stabilisasi harga pangan. Darmin menjamin, kebijakan impor tersebut tidak akan mengganggu kondisi panen petani.

"Harganya sudah mulai turun atau belum? Artinya yang medium itu masih Rp 10.500 per kilogram padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 9.450 per kilogram," ujar Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Rabu (16/5).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement