Sabtu 12 May 2018 17:48 WIB

Motif Mogok Pilot Garuda Dipertanyakan

Ancaman mogok dinilai bertentangan dengan UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Garuda Indonesia
Foto: EPA/Jurnasyanto Sukarno
Garuda Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman mogok Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) mendapat sorotan tajam pengamat kebijakan Publik Indonesian Public Institute (IPI) Jerry Massie. Pasalnya, selain berpotensi merugikan konsumen, ancaman mereka bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

''Tuntutan Sekarga/APG sebagian sudah dipenuhi, mau apa lagi mereka mogok kerja,'' kata Jerry dalam siaran pers kepada Republika.co.id, Sabtu (12/5).

Perlu diketahui, pendapatan pilot junior di maskapai pelat merah tersebut pada tahun-tahun pertama dapat menyentuh nominal Rp 60 jutaan. Komponen pendapatan tersebut biasanya terdiri dari gaji plus tunjangan lain dan bertambah seiring dengan bertambahnya masa kerja dan jam terbang. Adapun kapten senior di maskapau Garuda Indonesia bisa meraup penghasilan atau take home pay berkisar Rp 100 juta sampai Rp 150 juta.

Pilot juga mendapatkan jaminan kesehatan dengan kategori di atas rata-rata. Jaminan tersebut bisa meng-cover tindakan operasi. Bahkan, operasi sakit jantung sampai pemasangan ring dapat di-cover.

Jaminan lainnya juga diberikan apabila terjadi kecelakaan yang menyebabkan pilot cacat tetap atau meninggal. Fasilitas lain yang dimiliki pilot adalah layanan antar jemput dari dan ke bandara hingga fasilitas konsesi berupa tiket penerbangan bagi pilot dan keluarga yang lumrah ditemui pada pegawai maskapai penerbangan.

Jerry menambahkan, gaji pilot Garuda merupakan yang tertinggi dibanding maskapai lain yang ada di Indonesia, dan salah satu yang terbaik di Asia. Sehingga patut dipertanyakan, sambung dia, alasan Sekarga dan APG sangat gencar ingin mogok kerja. Karena itu Jerry mempertanyakan motif Sekarga dan APG.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement