REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengungkapkan upaya pemerintah membuka keran impor daging beku akan berdampak pada peternak. Harga daging beku dipastikan berbenturan dengan harga daging segar yang berasal dari sapi lokal.
"Daging beku dari impor relatif murah itu pasti akan mendistorsi harga yang sudah terbentuk di pasar yang selama ini sudah menjual daging segar dari sapi lokal," kata Teguh, Ahad (6/5).
Dia menjelaskan daging segar dari sapi lokal saat ini dijual di pasaran mencapai Rp 100 ribu per kg hingga lebih. Harga yang sudah terbentuk itu, jika pemerintah memasukkan daging impor yang lebih murah maka akan mempengaruhi peternak sapi lokal.
Teguh menilai, lama kelamaan konsumen akan memilih daging impor yang dibanderol lebih murah. Yaitu tidak boleh lebih dari Rp 80 ribu per kg. "Apalagi pemerintah membuat kebijakan, daging beku impor tadi tidak hanya dijual di Jakarta tetapi masuk di mana saja bahkan masuk ke pasar di daerah," tutur Teguh.
PPSKI sebetulnya tidak menyetujui rencana pemerintah mengimpor daging sapi. Alasannya, pemerintah dipandang berorientasi pada kepentingan konsumen.
Padahal, sebenarnya konsumen daging sapi di Indonesia tidak banyak. "Kira-kira yang menikmati atau partisipasinya sekitar 16 persen konsumen lah. Artinya tidak seperti beras yang sampai 100 persen ya," ujar Teguh.
Meskipun begitu, Teguh mengakui sapi lokal saat ini memang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Ia mengatakan pemerintah mengklaim kebutuhan sapi nasional hanya memenuhi 60 persen kebutuhan nasional. Ia memperkirakan angkanya justru kurang dari 60 persen, hingga terpaksa diambil kebijakan impor.
Daging beku impor namun akan berimbas ke peternak sapi lokal. "Di Jakarta saja, sapi lokal sudah hampir tidak ada daging segar dari lokal. Nggak bisa bersaing mereka. Sekarang yang masih ada (daging segar lokal) hanya ada di daerah. Tapi kalau di daerah akan digelontor juga daging beku pasti akan berdampak juga," ungkap Teguh.