REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan permodalan 15 bank sistemik sesuai amanat Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) dalam kondisi aman. Bank kategori sistemik merupakan bank yang dapat berkontribusi terhadap kestabilan perekonomian nasional.
"Bank yang masuk dalam daftar tersebut merupakan bank dengan ukuran tertentu, antara lain, peningkatan total aset, jumlah kredit, dana pihak ketiga (DPK), dan aspek risiko lainnya," kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis Anto Prabowo di Jakarta, Jumat (4/5).
OJK bersama Bank Indonesia dalam Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, April 2018 ini, menambah tiga bank sistemik dari 12 bank menjadi 15 bank karena peningkatan jumlah aset, konektivitas bank tersebut dengan sektor keuangan lain, dan juga kompleksitas produk bank tersebut.
Ke-15 bank tersebut wajib membuat rencana aksi pemulihan (recovery plan), termasuk sumber dana talangan dari dalam (bail in) jika sewaktu-waktu dihadapkan pada potensi atau kondisi krisis keuangan. Dana bail in tersebut merupakan salah satu upaya agar penyelematan bank tidak menggunakan dana milik publik atau dana dari regulator dan pemerintah.
"Pemilik dan manajemen memiliki tanggung jawab untuk menjaga keberlangsungan usaha dari bank," ujarnya.
OJK menetapkan jumlah bank berdampak sistemik setiap enam bulan sekali, yaitu periode April dan September. Berikut data bank sistemik sejak diterbitkannya UU PPKSK pada Maret 2016:
- Maret 2016 sebanyak 12 bank
- September 2016 sebanyak 12 bank
- Maret 2017 sebanyak 12 bank
- September 2017 sebanyak 11 bank
- April 2018 sebanyak 15 bank
Sementara itu, memperhatikan volatilitas indeks harga saham yang terjadi di Indonesia, OJK mengatakan akan masih terus memonitor dampak eksternal. Saat ini dosis volatilitas masih dalam rentang normal.