REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Suprajarto menegaskan, pembobolan rekening nasabah dengan metode skimming atau salin data, tidak hanya terjadi di BRI. Melainkan hampir di semua bank.
"Hanya saja, karena jumlah nasabah kita sangat besar yaitu 70 juta dengan ATM yang tersebar luas sekitar 25 ribu. Jadi kalau bicara skimming, kita akan kena hit lebih besar karena ATM kita tersebar ke remote-remote yang tidak terjangkau pengawasan," jelas Suprajarto kepada wartawan, Kamis, (3/5).
Ia menambahkan, kasus tersebut sudah ditangani oleh BRI bersama kepolisian. Maka diharapkan, tingkat kepercayaan masyarakat ke perseroan bisa terjaga.
Terkait pemasangan teknologi cip ke kartu debit maupun kredit BRI, dia mengatakan, ada kendala. "Kalau dibandingkan bank lain, pemasangan cip tentu tidak secepat mereka. Perlu disadari karena jumlah kartu kita banyak dan harus dilakukan segera," ujarnya.
Selain banyaknya jumlah kartu BRI, kendala lainnya, Suprajarto mengatakan, ada keterbatasan pada perusahaan pembuat cip. "Ada Peruri dan PNRI, hampir semua perbankan minta buatkan itu, ya mereka kapasitasnya enggak bisa dinaikkan jadi puluhan juta, maka ini perlu ada tahapan," jelasnya.
Dia mengungkapkan, di setiap cabang BRI, kini banyak nasabah yang ingin mengganti kartunya dari magnetic strip menjadi chip. Hal itu supaya kartu mereka terhindar dari skimming saat sedang bertransaksi.
Direktur BRI Indra Utoyo menambahkan, perseroan kini terus melakukan upaya preventif untuk mengamankan sistem bank. Salah satunya melalui pemasangan anti skimming. Selain itu juga melakukan sosialisasi ke nasabah agar melakukan transaksi secara aman dalam berbagai kegiatan.
"Tahun ini kita targetkan 30 persen kartu debit migrasi ke cip, itu sekitar 14 juta kartu. Dengan sisa waktu delapan bulan diharapkan bisa capai target," katanya pada kesempatan serupa.
Dia pun menjelaskan, anti fraud menggunakan big data dapat mencegah kejadiannya lebih awal. "Ancaman cyber crime skimming ini juga bersama kita kerja sama dengan pihak lain untuk melawannya. Kita kolaborasi intens dengan penegak hukum serta Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan," jelasnya.