REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Bersiap melakukan panawaran umum saham perdana (IPO), produsen ponsel pintar asal Cina, Xiaomi, berjanji meningkatkan kualitas produknya. Itu akan ditempuh dengan membatasi marjin laba bersih tak lebih dari lima persen saja.
Valuasi Xiaomi sendiri diprediksi mencapai 100 miliar dolar AS (setara Rp 1.400 triliun). Pembatasan marjin laba bersih itu memberi sinyal Xiaomi percaya diri bisa mencetak laba dengan cara lebih sehat dari unit bisnis jasa dan produksi perangkat lunak. Juga termasuk layanan streaming video, pembiayaan daring, dan iklan.
Direktur senior perusahaan riset korporasi, Canalys, Nicole Peng, mengatakan, Xiaomi memasang target agresif dan coba menampakkan komitmennya. "Ini berarti Xiaomi tidak cuma yakin soal pendapatan unit bisnis jasa mereka, tapi juga daya beli masyakat Cina akan perangkat digital," kata Peng seperti dikutip Bloomberg pada Rabu (24/4).
Xiaomi yang akan mencatatkan sahamnya di Bursa Hong Kong juga akan melepas sertifikat deposit untuk investor lokal di daratan utama. Saat IPO, Alibaba Group Holding Ltd meraih 25 miliar dolar AS (Rp 345 triliun). Xiaomi bisa lebih dari itu, tergantung valuasi saat IPO dan besar saham yang akan mereka lepas ke publik.
Sementara startup jasa antar makanan asal Cina, Meituan Dianping juga mulai membicarakan valuasi mereka yang ditaksir sekitar 60 miliar dolar AS (Rp 828 triliun). Juga peritel fashion Meilishuo yang valuasinya diprediksi sebesar empat miliar dolar AS (Rp 56 triliun).
Xiaomi saat ini merupakan produsen ponsel terbesar kelima secara global. Selain bisnis ponsel, Xiaomi juga cukup sukses mengembangkan bisnis iklan melalui aplikasi ponsel dan layanan hiburan berlangganan. "Kami selalu melihat bisnis perangkat keras sebagai pintu masuk layanan lain yang terkoneksi dengan internet. Dengan begitu, kami bisa menawarkan layanan bernilai bagi konsumen," ungkap salah satu pendiri Xiaomi, Lei Jun.
Rencana memangkas marjin laba bersih ini memunculkan kekhawatiran akan mengganggu valuasi Xiaomi. Berdasarkan janji itu, ini berarti Xiaomi hanya akan mengambil laba sekitar 10 dolar AS (Rp 140 ribu) untuk setiap unit ponsel Xiaomi seharga 200 dolar AS (Rp 2,8 juta) yang terjual.
Berdasarkan data Counterpoint Research, Xiaomi mendapat laba sekitar dua dolar AS (Rp 28 ribu) untuk satu unit penyuara jemala (headset) yang terjual pada kuartal tiga 2017. Sementara Apple dan Samsung masing-masing mendapat untung 151 dolar AS (Rp 2,1 juta) dan 31 dolar (Rp 428 ribu) untuk satu unit perangkat yang sama. Bahkan Huawei Technologies Co saja berhasil mengantongi 15 dolar (Rp 207 ribu) untuk tiap produk yang sama.
Tekad Xiaomi untuk memangkas marjin laba ini memunculkan was-was akan rusaknya harga pasar. Menurut Analis perusahaan riset korporasi, IDC, Antonio Wang, strategi Xiaomi dalam jangka panjang sangat tidak sehat. "Kalau untuk Xiaomi saja, silakan. Tapi ini akan jadi kabar buruk kalau sampai masuk ke industri," kata Wang.