REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT. Pertamina (Persero) harus kehilangan keuntungannya jika menjual bahan bakar minyak (BBM) penugasan, premium. Apalagi, pemerintah berencana untuk mewajibakan Pertamina mendistribusikan Premium di seluruh Indonesia akan menambah potensi kerugian.
Pelaksana Tugas Direktur Utama PT. Pertamina (Persero), Nicke Widyawati menjelaskan terkait hal tersebut maka Pertamina mencoba negoisasi kepada pemerintah terkait kompensasi. Menurutnya, ada beberapa peluang dan penjelasan potential lost yang akan terjadi kepada Pertamina dengan kebijakan ini.
"Kami masih melakukan pembahasan sama pemerintah. Ada beberapa opsi untuk mengurangi cost kami. Beberapa sudah ada titik terang. Jadi, BPP tetap tercapai, sehingga kita masih bisa melakukan investasi dan kita melakukan distribusi. Kita juga harus sehat, beberapa hal solusinya akan segera, masih dalam pembahasan. Baik Kemenkeu, Kemen ESDM dan BUMN. Data dan usulan sudah kami ajukan," ujar Nicke di Komplek Parlemen, Rabu (25/4).
Nicke menjelaskan, meski dari sisi downstream Pertamina masih harus melakukan efisiensi dan penugasan, namun dari sisi upstream, Pertamina cukup untung.
"Apakah ada pengurangan kuota? Tidak ada pak, tidak ada instruksi dari pemerintah. Kuota yang akan didistribusikan di masyarkaat maupun premium dan solar dan elpiji. Untuk kedepannya, kami hari ini sangat intens melakukan perencanaan dan stok khususnya untuk lebaran akan kami teruskan sampai selanjutnya," ujar Nicke.
Selain itu, kata Nicke salah satu pegangan Pertamina ke depan adalah kelola penuh atas Blok Mahakam dan delapan blok terminasi. Ia menjelaskan dari pelimpahan operasi blok blok tersebut selain bisa menambah kapasitas produksi pertamina sebesar 27 persen juga bisa memberikan keuntungan.
"Berdasarkan catatan produksi, sekitar 7 triliun tambahan pendapatan pertamina. Soal Keuntungan, Pertamina sebagian besar dari Upstream. Yang kemudian harga jual bagus. Sehingga di hilir ini juga tumbuh dengan kenaikan pendapatan kita di Upstream," ujar Nicke.