Rabu 25 Apr 2018 13:23 WIB

OJK Selesaikan 33 Kasus Tindak Pidana Sektor Jasa Keuangan

Mayoritas kasus tersebut melibatkan perbankan.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Andi Nur Aminah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan Kepolisian Daerah (Polda) Bali mengungkap kasus penyelewengan dengan modus kredit fiktif di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) KS Bali Agung Sedana (BAS). Pelaku adalah direktur utama yang juga pemilik bank, berinisial NS.
Foto: Republika/Mutia Ramadhani
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan Kepolisian Daerah (Polda) Bali mengungkap kasus penyelewengan dengan modus kredit fiktif di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) KS Bali Agung Sedana (BAS). Pelaku adalah direktur utama yang juga pemilik bank, berinisial NS.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kepala Departemen Penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Irjen Pol Rokhmad Sunanto mengatakan sepanjang 2017 pihaknya telah menyelesaikan 33 kasus tindak pidana sektor jasa keuangan. Hingga triwulan pertama tahun ini, OJK juga menyelesaikan (P21) lima kasus baru dan melakukan penyidikan terhadap beberapa kasus lainnya.

"Mayoritas kasus tahun lalu melibatkan perbankan. Sisanya adalah penyelewengan Bank Pembangunan Daerah (BPD), penggelapan premi oleh perusahaan asuransi, dan beberapa kasus saham di pasar modal," kata Rokhmad dijumpai Republika.co.id di Mapolda Bali, Denpasar, Rabu (25/4).

Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan dilakukan secara terintegrasi antarsubsektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank. Ini mengingat sistem keuangan di Indonesia semakin kompleks, dinamis, dan saling terkait antarsubsektor, dalam hal produk juga kelembagaan.

photo
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan Kepolisian Daerah (Polda) Bali mengungkap kasus penyelewengan dengan modus kredit fiktif di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) KS Bali Agung Sedana (BAS). Pelaku adalah direktur utama yang juga pemilik bank, berinisial NS.

Penyidikan atas tindak pidana sektor jasa keuangan juga dilakukan secara terkoordinasi dengan lembaga penegak hukum lain, karena penyidikan oleh OJK merupakan bagian dari criminal justice system di Indonesia. Ini tidak jarang bersinggungan dengan tindak pidana yang penanganannya merupakan kewenangan lembaga penegak hukum lain, seperti Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pelaku tindak pidana cenderung mencari dan memanfaatkan celah regulasi, kelemahan sistem pengawasan, dan belum meratanya pemahaman masyarakat terhadap kegiatan di sektor jasa keuangan. Rokhmad mencontohkan maraknya kasus penipuan di pasar modal karena kendala pelacakan yang cukup sulit.

"Bahkan orang luar negeri pun bisa datang dan melakukan kejahatan melalui IT di Indonesia. Mereka memanfaatkan kelemahan sistem informasi, seperti kemudahan mengakses internet gratis, kemudahan registrasi data kartu perdana dan email," kata Rokhmad.

Penyidikan yang terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik secara efektif menimbulkan efek jera. Manfaatnya adalah mencegah timbulnya kejahatan di sektor jasa keuangan, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan, dan meningkatkan peran sektor jasa keuangan dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement