REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai, persoalan keterbatasan lahan bisa menjadi kendala utama dalam pencapaian target swasembada bawang putih pada 2021.
Menurut dia, saat ini tidak banyak lahan di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan tidak terlalu tinggi yang cocok untuk penanaman bawang putih. "Kalaupun ada, sudah penuh sesak dengan komoditas lain, seperti kentang atau wortel," ujarnya, di Jakarta, Rabu (18/4).
Keterbatasan lahan ini yang membuat impor menjadi pilihan utama untuk menjaga pasokan bawang putih. Impor dilakukan agar permintaan masyarakat atas komoditas ini tidak terganggu.
Namun, tidak hanya persoalan tanah, karena juga ada permasalahan lainnya seperti infrastruktur, kemampuan sumber daya manusia, serta kepastian pasar.
Untuk itu, menurut dia, penempatan sentra produksi bawang putih yang ideal hanya di sekitar wilayah Jawa dan Sumatra. Padahal, lahan potensial di kawasan ini sudah berkurang jauh dan tanah kosong hanya tersedia sebanyak 56,4 ribu hektare.
Saat ini, lahan yang cocok untuk penanaman bawang putih lebih banyak terdapat di kawasan timur Indonesia, salah satunya di Nusa Tenggara Timur yang memiliki luas 166,1 ribu hektare.
Namun, Dwi mengatakan penanaman di kawasan tersebut tidak terlalu ideal karena berada di wilayah perbatasan dengan pasar yang tidak jelas.
"Siapa yang mau beli di sana? Nanti kasusnya seperti Jeruk di Kalimantan zaman pak Harto. Tanam besar-besaran, tidak ada yang beli, akhirnya malah terbuang," kata Guru Besar IPB tersebut.
Meski demikian, Kementerian Pertanian sebelumnya menyatakan masih menyakini jumlah lahan untuk produksi bawang putih dalam negeri masih banyak dengan angka potensial mencapai 200 ribu hektare.