Selasa 03 Apr 2018 20:14 WIB

Pemerintah Tarik Utang karena Ada Kebutuhan

Kondisi perekonomian Indonesia terus menunjukkan pergerakan positif.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan
Foto: www.kemenkeu.go.id
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menegaskan kebijakan menarik utang diperlukan untuk membiayai kebutuhan belanja dalam APBN. Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan mengatakan, pemerintah tidak berutang jika tidak ada kebutuhan.

"Utang pemerintah tidak pernah berdiri sendiri. Utang selalu ada karena belanjanya ada. Pemerintah tidak pernah berutang tanpa ada kebutuhannya," ujar Scenaider dalam diskusi yang digelar oleh ILUNI Universitas Indonesia di Jakarta, Selasa (3/4).

Scenaider mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia terus menunjukkan pergerakan positif. Ia mengaku, pertumbuhan ekonomi pada 2017 mencapai 5,07 persen. Dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5 persen, pertumbuhan investasi 6,2 persen, dan pertumbuhan ekspor serta impor masing-masing sebesar 9,1 persen dan 8,1 persen, menunjukkan pasokan dan permintaan dalam perekonomian terus tumbuh.

"Kalau demand tumbuh, supply tumbuh itu menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik," ujarnya.

photo
Demo menolak utang luar negeri, ilustrasi

Scenaider mengatakan, kebutuhan pembiayaan utang pada 2018 adalah sebesar Rp 793,2 triliun. Hal itu terdiri atas pembiayaan defisit APBN sebesar Rp 325,9 triliun, utang jatuh tempo Rp 394 triliun, pinjaman Rp 6,7 triliun, penjaminan Rp 1,1 triliun, dan pembiayaan investasi Rp 65,7 triliun.

Secara lebih rinci, pembiayaan 2018 akan dipenuhi dengan utang dalam denominasi rupiah sebesar Rp 596,6 triliun atau sebesar 75 persen dan sisanya melalui utang valas sebesar Rp 196,6 triliun. Kebutuhan pembiayaan utang akan dipenuhi melalui Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 737,6 triliun atau sebesar 93 persen dan pinjaman sebesar Rp 55,8 triliun atau sebesar 7 persen dari keseluruhan utang 2018.

Scenaider mengaku, pembayaran utang saat ini dalam kondisi aman dan selalu berkesinambungan. "Utang ini selalu berkesinambungan, dilunasi, kemudian ditarik lagi. Kami kelola supaya tidak membebani, jangan semua jatuh tempo dalam satu tahun. Itu kita akan sulit bayar. Kita rencanakan supaya jatuh tempo rata-ratanya itu 8,6 atau 9 tahun," ujar Scenaider. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement