REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo berpendapat, skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dalam membangun infrastruktur Tanah Air bukan merupakan privatisasi. Meskipun, setelah dijalankannya kerja sama, infrastruktur berupa bandara, pelabuhan, atau pun jalan tol dikelola oleh pihak swasta.
Sugihardjo menjelaskan, meskipun dikelola swasta, tetapi tetap dimiliki dan di bawah kontrol pemerintah dengan pendekatan konsesi. Artinya, pihak swasta yang menjalin kerja sama hanya diberi izin (konsesi) mengelola infrastruktur tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan sesuai kesepakatan.
"KPBU tidak sama dengan privatisasi. Pengelolaannya di bawah kontrol kita dengan pendekatan konsesi. Di akhir konsesi aset kembali milik pemerintah,"kata Sugihardjo saat membuka sosialisasi kerja sama pemerintah dan badan usaha di Hotel Bumi Surabaya, Selasa (2/4) malam.
Sugihardjo meyakinkan, pemerintah tidak mungkin menjual infrastruktur publik sehingga dimiliki swasta. Karena, kalau kepemilikannya boleh oleh swasta, baik nasional apalagi asing, sama saja kedaulatan negara sudah tidak utuh lagi.
"Jangankan kita yang pancasilais, Amerika yang sangat kapitalis pun tidak ada pelabuhan atau bandara dimiliki oleh swasta. Karena infrastruktur publik termasuk transportasi harus dikuasai oleh negara. Coba kalau ada bandara milik swasta di Indonesia, bagaimana ruang udara kita?" ujar Sugihardjo.
Sugihardjo kemudian mencontohkan pelaksana proyek kerja sama pembangunan dan pengelolaan Terminal Peti Kemas di Desa Tebat Patah, Kabupaten Muara Jambo, Jambi. Kemenhub menjalin kerja sama dengan PT. Wahyu Samudera Indah (PT. WSI). Bahkan, kerja sama yang dijalin menerapkan skema Pembiayaan Infrastruktur Non-APBN (PINA).
"Itu contoh keberhasilan sekema KPBU dengan Pembiayaan Infrastruktur Non-APBN," ujar Sugihardjo.
Sugihardjo menjelaskan, dalam kerja sama tersebut, kepada PT. WSI diberikan konsesi selama 66 tahun untuk mengelola pelabuhan. PT. WSI mengelola pelabuhan tersebut terintegrasi dengan power plant, industri, dan sebagainya.
Nantinya, lanjut Sugihardjo, setelah 66 tahun, walaupun tanah dan infrastruktur, fasilitas dibeli dan dikeejakan oleh PT. WSI tetap harus dikembalikan kepada negara.
"Di akhir konsesi harus dikembalikan jadi milik negara atau pemerintah. Tak hanya itu, selama masa konsesi, yang bersangkutan juga bersedia memberikan concession fee sebesar 5 persen," kata Sugihardjo.