Jumat 23 Mar 2018 15:58 WIB

Jelang Ramadhan, Menteri Perdagangan Antisipasi Harga Pangan

Enggar optimistis, harga kebutuhan pokok akan terus stabil sampai Idul Fitri 1939 H.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita

REPUBLIKA.CO.ID,  BANDUNG -- Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita, telah melakukan berbagai antisipasi untuk mengatasi kenaikan harga pangan atau kebutuhan pokok menjelang Ramadan yang tinggal dua bulan lagi. Enggar optimistis, harga kebutuhan pokok akan terus stabil sampai Idul Fitri 1939 H.

"Sekarang aman dan harga ini tidak lagi ada gejolak. Itu sendiri sudah hal yang positif dan sudah tren penurunan. Sekarang bersyukur penurunan tidak terjadi drastis, tetapi secara gradual," ujar Enggar usai rapat koordinasi kebijakan perdagangan menjelang Ramadan dan Idul Fitri 1439 H di El Royale Hotel, Jumat (23/3).

photo
Harga kebutuhan pokok (ilustrasi)

Menurut Enggar, dengan pengaturan kebijakan perdagangan ini, pada awal April 2018 pihaknya sudah bisa memproyeksikan kebutuhan harga pokok pada awal Ramadan. Sehingga, antisipasi dapat dilakukan sedini mungkin.

Menjelang pertengahan Mei atau awal puasa, semua harga kebutuhan pokok dapat terkendali sesuai HET (harga eceran terendah). Misalnya, untuk mengendalikan harga beras, ia sudah berkoordinasi dengan Bulog untuk melepas beras ke pasaran menjelang Ramadhan. "Dengan stok yang ada, panen raya yang segera kita alami, dan ini semua jadi cadangan baru, jangan ada kekhawatiran," katanya.

Enggar mengatakan, pengusaha dan pedagang akan melepaskan barang dengan harga rendah. Sebentar lagi kita gelontorkan beras," katanya. Terkait adanya isu mengenai impor beras, ia berharap jangan sampai menjadi polemik. Karena, ia akan mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton.

 

photo
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita 

Saat ini, baru 281 ribu ton yang masuk ke Indonesia. Tugas pemerintah, adalah menyediakan stok beras dengan prioritas pengadaan dari dalam negeri. "Berapa pun panen, sesuai Inpers 5, akan terserap. Petani tidak akan rugi, yang terpotong adalah tengkulak," katanya.

Enggar berharap, semua pihak jangan terlalu alergi dengan upaya impor. Karena, negara seperti Thailand dan Vietnam, mampu mengekspor beras dan jagung, sekaligus mengimpor beras dan jagung tertentu yang dibutuhkan. "Indonesia pun, mengekspor jagung dan mengimpor jenis jagung tertentu untuk kebutuhan industri," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement