REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar mengatakan, keputusan pemerintah tidak lagi mensubisidi Premium dalam APBN sudah lama dilakukan sejak 1 Januari 2015. Beban subsidi ditanggung oleh Pertamina.
Arcandra mengatakan keputusan pemerintah untuk tidak menaikan harga BBM jenis subsidi hingga akhir 2019 juga sudah diputuskan oleh pemerintah. Namun ia tak menampik jika keputusan ini memang dibuat saat harga minyak mentah sedang tinggi.
Oleh karena itu, kata Arcandra, pihak pemerintah sedang mencari cara atau formula apa yang bisa diberikan kepada Pertamina terkait insentif apa yang akan diberikan.
"Kita masih bahas formula apa yang sebaiknya diberikan kepada Pertamina," ujar Arcandra di Kantor ESDM, Selasa (13/3).
Meski tak disubsidi oleh APBN, porsi alokasi untuk Premium sudah diperhitungkan oleh Pertamina. Kemarin, Direktur Investasi, Perencanaan dan Manajemen Resiko PT. Pertamina (Persero), Gigih Prakoso menjelaskan satu satunya langkah yang bisa ditempuh Pertamina untuk mengatasi harga tetap untuk Premium adalah efisiensi.
"Masih bisa efisiensi. Ya efisiensi di segala lini. Dari mulai procurement, dari sisi pengadaan, banyak hal lah," ujar Gigih di Kantor Pusat Pertamina, Senin (12/3).
Namun, kata Gigih untuk bisa tetap menjalankan investasi, pihaknya tetap meminta dukungan pemeirntah dengan melunasi piutang Pertamina. Dengan pemerintah melunasi utang utangnya kepada Pertamina, maka cash flow Pertamina bisa terus berjalan.
"Walaupun harga BBM tidak naik mudah-mudahan kita masih bisa pertahankan supaya kita profit. Cash flow kita tetap bicara dengan pemerintah supaya tagihan-tagihan bisa dibayar. Dengan demikian investasi masih ada investasi, bisa kita alokasikan investasi," ujar Gigih.