Kamis 08 Mar 2018 18:51 WIB

BCA Bukukan Laba Bersih Rp 23,3 Triliun

BCA memanfaatkan berbagai peluang bisnis di tengah pemulihan ekonomi.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (tengah), Presiden Komisaris BCA Djohan Emir Setijoso (kedua kanan), Wakil Presiden Direktur BCA Eugene Keith Galbraith (kedua kiri), Direktur BCA Suwignyo Budiman (kanan), dan Direktur BCA Subur Tan (kiri) berbincang sebelum menyampaikan pemaparan hasil kinerja BCA tahun 2017 di Jakarta, Kamis (8/3).
Foto: Aprillio Akbar/Antara
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (tengah), Presiden Komisaris BCA Djohan Emir Setijoso (kedua kanan), Wakil Presiden Direktur BCA Eugene Keith Galbraith (kedua kiri), Direktur BCA Suwignyo Budiman (kanan), dan Direktur BCA Subur Tan (kiri) berbincang sebelum menyampaikan pemaparan hasil kinerja BCA tahun 2017 di Jakarta, Kamis (8/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 13,1 persen pada 2017 atau mencapai Rp 23,3 triliun. Jumlah itu meningkat hampir Rp 3 triliun dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya Rp 20,6 triliun.

Pendapatan operasional yang terdiri dari pendapatan bunga bersih serta operasional lainnya juga tumbuh enam persen menjadi Rp 57 triliun pada 2017. Sebelumnya pada 2016 sebesar Rp 53,8 triliun.

Kemudian, pendapatan bunga bersih BCA meningkat 4,1 persen menjadi Rp 41,8 triliun. Sedangkan pendapatan operasional lainnya tumbuh 11,5 persen menjadi Rp 15,1 triliun pada 2017.

"BCA berhasil membukukan hasil kinerja baik dengan memanfaatkan berbagai peluang bisnis di tengah proses pemulihan ekonomi Indonesia. Pencapaian kinerja di 2017 sejalan dengan pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga, terutama dana giro dan tabungan," tutur Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja di Jakarta, Kamis, (8/3).

Profitabilitas BCA, kata dia, didukung pula oleh berbagai program efisiensi serta pembentukan cadangan kredit bermasalah yang lebih rendah. Hal itu sejalan dengan kualitas kredit tetap terjaga.

Pada 2017, ia menyebutkan,  penyaluran kredit tumbuh 12,4 persen menjadi Rp 468 triliun. Penyaluran itu ditopang oleh pertumbuhan di seluruh segmen. Kredit korporasi bahkan tumbuh 14,5 persen menjadi Rp 177,3 triliun pada akhir tahun lalu.

"Pada kuartal empat 2017, BCA melihat tingginya pencairan kredit korporasi. Sejalan dengan siklus peningkatan permintaan kredit pada akhir tahun," jelas Jahja.

Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) BCA juga terjaga di level 1,5 persen pada akhir 2017. Dengan total cadangan kredit yang telah dibentuk tercatat sebesar Rp 14,6 triliun atau meningkat 5,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio cadangan terhadap kredit bermasalah pun tercatat sebesar 190,7 persen.

Sementara itu, posisi likuiditas dan permodalan, kata Jahja, juga cukup sehat. Pasalnya rasio kredit terhadap pendanaan (LFR) tercatat 78,2 persen serta rasio kecukupan modal (CAR) mencapai 23,1 persen.

Lebih lanjut Jahja menyebutkan, pengembangan layanan payment settlement merupakan langkah strategis yang berperan dalam memperkokoh pendanaan BCA. "Terutama dari dana giro dan tabungan (CASA)," tambahnya.

Pada akhir 2017, dana pihak ketiga perseroan mencapai Rp 581,1 triliun atau ,eningkat 9,6 persen dari sebelumnya yang Rp 530,1 triliun.

Lalu dana CASA, berkontribusi 76,3 persen dari total dana pihak ketiga BCA dan tercatat sebesar Rp 443,7 triliun pada akhir tahun lalu. Di dalam komposisi CASA, dana giro tumbuh 9,7 persen menjadi Ro 151,3 triliun juga dana tabungan naik 8,2 persen menjadi Rp 292,4 triliun.

"Pencapaian kinerja usaha BCA tidak lepas dari kepercayaan nasabah. Maka, para karyawan BCA termotivasi meningkatkan kualitas produk dan layanan dalam memenuhi kebutuhan yang terus berevolusi. Pemanfaatan teknologi terkini mendukung customer experience dan upaya otomasi yang ada pada akhirnya meningkatkan efisiensi operasional," ujar Jahja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement