Kamis 08 Feb 2018 01:16 WIB

Mendag: Target Ekspor 11 Persen Realistis

Kini Indonesia perlu bersaing dengan negara lain terkait ekspor.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Andri Saubani
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan pendapatnya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/1).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan pendapatnya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menganggap target ekspor 11 persen realistis. Angka tersebut bahkan harus dicapai mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 sebesar 5,07 persen dan diperkirakan terus tumbuh menjadi 5,196 pada 2018.

Sebelumnya, target pertumbuhan ekspor sebesar 5-7 persen. Peningkatan target tersebut didasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih baik, pemulihan ekonomi global dan perbaikan harga komoditas di pasar internasional.

"Kita optimis bisa mencapai," ujar dia.

Banyak hal yang dilakukan, misalnya melalui perjanjian perdagangan yang akan diselesaikan tahun ini. Meski, menurut Enggartiasto, dampaknya baru terasa tahun depan karena adanya proses ratifikasi dan lain-lain.

"Apalagi kalau itu seperti RCEP, dengan EU (Europe Union) dan sebagainya, mereka sendiri juga harus selesaikan secara internal," kata dia.

Melihat tren kenaikan volume pertumbuhan dan harga, apa pun ceritanya kebutuhan minyak sawit meningkat dan berdampak pada peningkatan konsumsinya. Hanya saja, kini Indonesia perlu bersaing dengan negara lain. Ia melanjutkan, dari roadshow yang dilakukan pihakanya, ia optimis dengan target 11 persen.

"Kita akan upayakan barter. Jadi out of the box. Kita tidak hanya jual beli tapi juga barter atau counter trade," ujar dia.

Barter yang dimaksud yakni dengan menukarkan komoditas. Misalnya, suatu negara membutuhkan sawit Indonesia sementara Indonesia memerlukan komoditas tertentu dari negara tersebur.

"Kita barter aja, dibayarnya pakai komoditi. Terutama bagi pasar-pasar baru, negara-negara yang mengalami kesulitan, mereka butuh tapi mengalami kesulitan devisanya," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement