Rabu 31 Jan 2018 16:04 WIB

Jokowi Sebut Lartas Jadi 'Permainan' di Sektor Perdagangan

Pemerintah menerbitkan larangan dan pemberantasan untuk 2.200 komoditas impor.

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyinggung kinerja Kementerian Perdagngan (Kemendag) terkait kinerja dalam penerbitan larangan dan pembatasan (Lartas) untuk sejumlah komoditas impor yang dibutuhkan produsen dalam negeri.

Jokowi mengatakan, selama ini banyak produsen produk dalam negeri yang mengeluh adanya keterbatasan bahan baku dari luar negeri yang memang tidak bisa dipenuhi. Hasilnya produk yang membutuhkan bahan baku impor ini memproduksi barang dalam jumlah sedikit.

Untuk itu, Jokowi mengingatkan Kementerian Perdagangan teruatam Direktur Jenderal dalam negeri beserta jajaran agar bisa menjaga mata rantai suplai dalam menjaga ketersediaan pasokan. Ini penting agar suplai kepada pasar dan masyarakat betul-betul bisa dijaga.

"Kementerian Perdagangan harus menjamin ketersediaan kebutuhan industri. Dilihat jangan sampai membuat regulasi yang justru industri teriak karena pasokannya terhambat, baik yang berurusann dengan gula (bahan poko), baik yang berurusan dengan bahan lainnya," ujar Jokowi dalam pembukaan rapat kerja Kementerian Perdagangan di Istana Merdeka, Rabu (31/1).

Jokowi menegaskan bahwa dia telah menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, untuk mengevaluasi larangan dan pembatasan (lartas) yang ada di Kemendag. Dari jumlah lartas yang mencapai 5.000 pemerintah telah memperkecil ini menjadi sekitar 2.200. Namun, jumlah ini dianggap masih terlalu banyak dan Jokowi meminta agar lartas tersebut kembali dipangkas.

"Lartas itu apa sih? Dipikir saya nggak tahu, lartas untuk permainan apa, ngerti semua saya. Saya kadang masih diam kalau belum kebangetan tapi kalah kebangetan tahu sendiri," tegas Jokowi.

Di sisi lain, Jokowi juga meminta Kemendag untuk bisa menjaga arus barang impor yang selama ini sulit tersalurkan ke industri. Contohnya adalah perkembangan industri perbaikan pesawat yang mulai tumbuh di dalam negeri. Terdapat pelaku usaha yang mengeluh karena barang mereka bisa tertahan lama di pelabuhan berminggu-minggu.

Dengan harga yang cukup tinggi untuk komponen pesawat, maka biaya inventory juga akan semakin tinggi ketika barang tersebut tertahan lama. "Jadi ini yang harus dievaluasi secara total. Ini baru contoh kecil," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement