REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Riba Crisis Center (RCC) menggelar 1st HIT RIBA (Hari Indonesia Tanpa Riba) di di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (27/1). Acara tersebut bertujuan mengawal fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2004, mengingatkan bahaya riba, dan menggairahkan ekonomi tanpa riba.
Acara yang dihadiri oleh masyarakat umum itu antara lain menampilkan sesi praktisi keuangan syriah A Riawan Amin dan mantan dirut BNI Syariah Imam Teguh Saptono.
Riawan mengutip Ibnu Khaldun dalam bukunya, Muqaddimah, yang menjadi referensi Team Ekonomi Presiden America Ronald Reagan: Jangan pernah menyerahkan uang (ekonomi) dan pedang (pertahanan keamanan/kepemimpinan) kepada orang asing.
“Saat ini 65 persen bank-bank kita dimiliki asing, pasar modal didominasi asing, dan manufacturing dikuasai investasi asing. Uang asing pun mendominasi. Maka otomatis sebetulnya pertahanan dan keamanan kita menjadi sangat rentan,” ujar Riawan dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (27/1).
Ia menambahkan, ini semua berasal dari toleransi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, yang menyimpan uangnya di bank-bank asing ribawi dan bank-bank yang ideologinya asing dari ideologi Islam. “Mayoritas umat Islam menyimpan dananya di bank-bank ribawi dan ideologinya asing dari ideologi Islam. Pada saat belanja benda-benda riil pun kita banyak menghabiskan uang membeli produk-produk asing,” ujar Riawan.
Menurut dia, satu-satunya cara cepat untuk memajukan ekonomi negara harus stop impor dan menggenjot ekspor renewable goods (barang-barang yang bisa diperbarui). “Umat Islam harus konsisten berbank secara syariah. Sehingga, sistem keuangan menjadi halal dan mendorong keadilan bagi semua,” tegasnya.
Ia mengemukakan, untuk meningkatkan kewirausahaan, makan waktu (walau tetap harus didorong ). Sementara consumer power sudah menjadi kekuatan umat. Karena siapapun pasti berbelanja. Hanya harus diarahkan, setiap sen yang dibelanjakan harus menambah perputaran ekonomi umat,” papar A Riawan Amin.