Rabu 24 Jan 2018 19:48 WIB

BI Kerja Sama Kembangkan Ekonomi Syariah dengan Tiga Lembaga

Kerja sama mewujudkan iklim kondusif bagi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nur Aini
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo bersama Ketua Umum MUI KH. Ma'ruf Amin, Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mohammad Nuh dan Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo (dari kiri) saat penandatanganan nota kesepahaman di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (24/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo bersama Ketua Umum MUI KH. Ma'ruf Amin, Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mohammad Nuh dan Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo (dari kiri) saat penandatanganan nota kesepahaman di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (24/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menandatangani nota kesepahaman (MoU) pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan oleh Gubernur BI Agus DW Martowardojo, serta Ketua Umum MUI KH Maruf Amin, Ketua Badan Pelaksana BWI Muhammad Nuh, dan ketua Baznas Bambang Sudibyo, di Gedung MUI, Jakarta, Rabu (24/1).

Penandatanganan nota kesepahaman tersebut diharapkan dapat mendukung dan mewujudkan iklim kondusif bagi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, ekonomi dan keuangan syariah menjunjung tinggi prinsip dan nilai-nilai keadilan, kebersamaan, dan keseimbangan. Nilai-nilai tersebut membentuk perilaku ekonomi yang dapat memperkuat struktur ekonomi domestik seperti mendorong konsumsi terhadap bahan pokok hasil produksi lokal, penguatan basis produksi secara lebih merata, memperkuat basis konsumsi, anti-spekulasi serta penyediaan fasilitas pendukung yang mendorong efisiensi dan daya saing nasional. Karenanya, pengembangan ekonomi syariah Indonesia menjadi sangat penting.

Ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terus berkembang, antara lain ditandai oleh perkembangan berbagai lembaga keuangan Islam seperti perbankan syariah, takaful, koperasi syariah, dan pasar keuangan syariah, serta berbagai lembaga sosial Islam. Dalam waktu yang sama, terjadi peningkatan minat masyarakat Indonesia terhadap industri halal yang telah berkembang menjadi gaya hidup.

Hal tersebut mencakup sektor-sektor ekonomi syariah secara luas seperti makanan halal, busana syariah, pengobatan dan kosmetik, serta bisnis syariah. Lebih jauh lagi, untuk mendukung pembangunan infrastruktur nasional, pemerintah dan regulator khususnya Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan tengah mempersiapkan rencana pembangunan infrastruktur dengan peran pasar keuangan, termasuk dengan instrumen Sukuk.

Setelah penandatanganan MoU tersebut, berbagai program telah menunggu proses realisasi seperti penyiapan sistem informasi zakat dan wakaf, penyusunan berbagai standar turunan, pengembangan instrumen keuangan sosial yang bersifat inovatif dan pelaporannya, serta program pemberdayaan ekonomi dan infrastruktur.

"Kami meyakini sinergi yang dibangun BI, MUI, BWI dan Baznas dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah akan memberikan kestabilan yang kokoh bagi ekonomi Indonesia, serta meningkatkan ekonomi Indonesia menjadi lebih sehat dan masyarakatnya lebih sejahtera," kata Agus dalam sambutannya.

Agus menjelaskan, perekonomian Indonesia kembali menunjukkan pertumbuhan yang kuat didukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga. Hal itu berdampak pada inflasi yang terjaga pada level rendah dan sesuai target dalam tiga tahun terakhir. Inflasi pada 2015 sebesar 3,3 persen (yoy), kemudian inflasi 2016 sebesar 3,02 persen (yoy) dan 2017 inflasi sebesar 3,6 persen (yoy). Selain itu, nilai tukar rupiah juga stabil, defisit transaksi berjalan terkendali dan cadangan devisa terus meningkat dimana pada awal 2017 sebesar 106 miloar dolar AS sekarang sudah 120 miliar dolar AS. Persepsi posifit juga terus membaik terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan.

Indonesia, ujarnya, memiliki kesempatan meningkatkan kapasitas dan kinerja perekonomian yang mengimplementasikan sistem ekonomi dan keuangan syariah yang tidak bisa difasilitasi sistem ekonomi dan keuangan konvensional. Selama ini keberadaan sistem ekonomi dan keuangan syariah dapat dirasakan dengan kehadiran perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, lembaga keuangan mikro syariah dan industri pasar modal syariah.

"Namun kontribusi ekonomi syariah tersebut masih jauh dari sistem konvensional serta belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sistem ekonomi yang berkeadilan dan berkeseimbangan," kata Agus.

Menurutnya, terdapat hal fundamental yang perlu dibangun bersama agar sistem ekonomi syariah dapat berjalan beriringan dengan sistem konvensional. Karenanya, diperlukan kerangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang terarah dengan strategi komprehensif dan terintegrasi.

BI dengan dukungan MUI, BWI, dan Baznas dan lembaga-lembaga terkait telah dapat merumuskan platform pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Pertama, pendalaman ekonomi syariah. Kedua, pemberdayaan ekonomi syariah. Serta ketiga, penguatan riset dan edukasi ekonomi dan keuangan syariah.

Pengembangan tersebut tidak hanya menyentuh sisi keuangan komersial syariah. "Namun juga mengintegrasikan pengelolaan keuangan sosial syariah antara lain berupa pengembangan zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf sebagai potensi ekonomi yang belum dimanfaatkan optimal bagi pembangunan ekonomi yang inklusif," ujarnya.

Agus menyatakan, masih banyak hal yang perlu dibangun bersama untuk sampai pada kesetaraan antara sistem ekonomi dan keuangan syariah dengan sistem konvensional. Salah satu kendalanya seperti keterbatasan sumber daya insani yang memahami ekonomi syariah dengan baik dan masih terkendalanya optimalisasi aset wakaf yang bersertifikat. Selain itu, pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah yang perlu ditingkatkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement