Senin 22 Jan 2018 18:23 WIB

Pemerintah Dinilai Perlu Naikkan HPP Beras

HPP beras dinilai tak menutup ongkos produksi petani.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
Petani memanen padi di Margoagung, Seyegan, Sleman, DI Yogyakarta (ilustrasi).
Foto: ANTARA
Petani memanen padi di Margoagung, Seyegan, Sleman, DI Yogyakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Direktur Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian Institute Pertanian Bogor (KSKP IPB) Dodik Ridho Nurrochmat mengatakan, impor beras yang diperkirakan masuk Februari ini harus dibarengi dengan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

"Sekarang petani sedang menikmati harga di atas Rp 5.000, jangan biarkan impor menurunkan harga," ujarnya saat ditemui di IPB International Convention Center, Senin (22/1).

 

Saat ini HPP berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2015 adalah Rp 3.700 per kilogram (kg) Gabah Kering Panen (GKP). Padahal biaya produksi kini sebesar Rp 4.200 per kg. Menurutnya, pemerintah seharusnya mau membeli gabah petani dengan harga di atas pasaran untuk menjamin petani dapat menikmati keuntungan pada saat panen raya.

 

Dana yang bisa dialokasikan untuk peningkatan HPP ini menurutnya bisa melalui subsidi impor. Ia menjelaskan, keuntungan dari selisih harga beras impor dan domestik dapat dipergunakan oleh Bulog untuk membeli beras petani sesuai HPP yang telah dinaikkan.

 

Menurut Dodik, beras yang masuk memang murah karena kelebihan stok di negara asalnya sehingga perlu dikeluarkan. Tahun lalu, Thailand mengalami surplus 10 juta ton yang perlu dikirim ke negara lain. Hal tersebut membuat harga beras impor asal Thailand tidak terlalu tinggi dan bisa dimanfaatkan Indonesia.

 

"Misalnya, dalam satu kilogram ada keuntungan Rp 2.000, dikali 500 ribu ton saja sudah Rp 1 triliun," ujar dia. Keuntungan tersebut, kata dia, sebaiknya tidak diambil Bulog sebagai BUMN tapi juga memberi kepastian harga bagi petani.

 

Meski demikian, IPB mendukung adanya impor guna menjamin ketersediaan stok beras. Tidak bisa dimungkiri, kata dia, stok beras di Bulog saat ini sudah sangat menipis karena harga tidak kunjung turun.

 

"Kita perlu untuk menambah stok," ujarnya. Panen raya diprediksi terjadi pada Februari meski ada kemungkinan sebagian gagal panen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement