Sabtu 22 Mar 2025 08:26 WIB

Meski Aturan Rafaksi Dihapus, Petani Tetap Wajib Jaga Kualitas Gabah Karena Alasan Ini

Pemerintah telah menetapkan HPP gabah untuk masa panen raya 2025 Rp 6.500 per kg.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Friska Yolandha
Pemerintah telah menetapkan HPP gabah untuk masa panen raya 2025 Rp 6.500 per kg.
Foto: ANTARA FOTO/Putra M. Akbar
Pemerintah telah menetapkan HPP gabah untuk masa panen raya 2025 Rp 6.500 per kg.

REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Pemerintah sudah menghapus aturan rafaksi gabah. Dengan begitu, gabah kering panen (GKP) petani bisa diserap di segala kondisi.

Meski demikian, para petani tetap wajib menjaga kualitas panenan di level terbaik. Hal itu ditegaskan Wakil Direktur Utama Perum Bulog Mayor Jenderal TNI (Purn) Marga Taufiq di Klaten, Jawa Tengah, Jumat (21/3/2025).

Baca Juga

"Dan kita juga berharap dari para petani, bahwa kualitas dari gabah ini, dijaga, karena ketika kualitas gabah ini turun, itu agak merepotkan juga," kata Marga, saat menjadi pembicara dalam kegiatan penyerapan gabah petani di Desa Sumber, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jateng.

Setelah diserap, gabah yang kualitasnya tak sesuai standar, jelas dia, membutuhkan pengolahan lebih lama. Kemudian perlu penanganan khusus ketika disimpan di gudang. Bulog sendiri, harus menyimpannya untuk berbagai keperluan.

"Jadi kalau misalnya gabahnya itu kurang bagus, tentu juga tidak akan lama disimpan di dalam gudang, dan ini juga berpengaruh ketika berpengaruh ketika nantinya dikeluarkan," ujar Marga.

Pada intinya, penyerapan GKP sesuai harga pembelian pemerintah menjadi fokus utama. Menurut pemerintah, itu semata-semata demi meningkatkan kesejahteraan petani. Juru bicara dan Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Presiden mempertegas hal yang sama.

Menurut Prita, terjadi paradoks di negeri ini. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang banyak. Angkanya, kata dia, nyaris menyentuh angka 290 juta orang.

"Semua butuh makan, namun masalahnya adalah petani kita kurang sejahtera. Kemarin kita masih bergantung pada impor. Nah paradoks inilah yang konsisten dijawab oleh Presiden Prabowo."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement