Senin 15 Jan 2018 16:05 WIB

Aliansi Petani: Impor Beras Permainan Pedagang Besar

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Panen padi. Ilustrasi
Foto: .
Panen padi. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Petani Indonesia (API) menilai impor beras ini terjadi karena adanya permainan harga antar pedagang beras dan masalah distribusi yang tidak merata. Padahal, stok beras seharusnya cukup hingga masa panen raya dimulai.

Sekjen Aliansi Petani Indonesia, M Nuruddin menilai data yang tidak jelas dari Kementerian Pertanian menyebabkan distribusi beras yang tidak merata. "Gejolak harga itu bukan karena faktor produksi petani nanam padi lalu kekurangan. Ini soal spekulatif permainan harga antar pedagang besar, sehingga konsumen terutama di perkotaan yang kelas menengah ke bawah keberatan dengn harga Rp 12 ribu per kilogram," ujar Nuruddin kepada Republika.co.id, Senin (15/1).

Ia menjelaskan, data surplus dari Kementerian Pertanian dihitung berdasarkan asumsi dari luas lahan panen yang sebesar 13 juta hektar. Apabila dari luasan tersebut menghasilkan 8 juta ton gabah yang kemudian dikonversi menjadi beras dengan penyusutan 30 -40 persen, akan menghasilkan sekitar 30-40 juta ton beras. Namun angka itu baru asumsi, dan belum terealisasi.

Di sisi lain, tidak semua sentra beras mengalami kekurangan beras sehingga memerlukan stok beras dari impor. Apalagi saat ini cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog yang masih ada sekitar 1 juta ton dinilai cukup hingga masa panen raya Februari ini.

Dengan demikian, ia menduga hal ini memang permainan pedagang besar, ada yang menimbun beras, dan mendapatkan keuntungan dari kelangkaan beras. "Kalau itu betul- betul kelangkaan beras, apa ada di wilayah Indonesia ada yang kerawanan pangan? Di luar Papua, tidak ada kelangkaan pangan. Ini kan soal distribusi pangan yang kita tidak tahu siapa yang memainkan apa, siapa yang mendapatkan keuntungan," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement