REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Hembusan permintaan impor beras santer terdengar guna mengatasi gejolak harga di pasar. Namun, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang Wijayanti menolak dengan tegas adanya impor beras.
"Kami menolak impor kerena setiap tahunnya surplus," tegas dia, Kamis (11/1).
Ia melanjutkan, kabupaten di Jawa Tengah ini setiap tahun mengalami surplus rata-rata 80 ribu hingga 100 ribu ton beras. Angka tersebut bahkan meningkat setelah adanya program Upaya Khusus Padi Jagung Kedelai (Upsus Pajale) yang meningkatkan surplus hingga 147.413 ribu ton pada 2017.
"Dibandingkan sebelum Upsus Pajale, ada kenaikan 40 persen," katanya.
Hal tersebut dibuktikan Wijayanti dengan melakukan panen di lahan seluas 14 hektare di Desa Pagersari, Kecamatan Mungkid dan 12 hektare di Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan. Rata-rata produktivitas yang dihasilkan 6,3 ton per hektare.
Hal ini diakuinya menjadi prestasi membanggakan mengingat Magelang merupakan sentra hortikultura. Namun dengan pengelolaan yang tepat, lahan seluas 108 ribu hektare di kabupaten ini mampu menghasilkan komoditas pertanian secara maksimal.
"Lahan itu dibagi untuk semua komoditas. Itu pun masih surplus, bagaimana kalau difokuskan untuk pangan?" ujarnya.
Pada Januari ini, Kabupaten Magelang panen pada lahan seluas 3.652 hektare dengan produktivitas rata-rata 6,3 ton per hektare. Hasil diperkirakan mencapai 21.380 ton Gabah Kering Giling (GKG) setara 13.512 ton beras. Kebutuhan beras di Kabupaten Magelang sendiri adalah 11.583 ton per bulan.
"Artinya kebutuhan beras tercukupi malah terjadi surplus sebanyak 1.929 ton," katanya.
Kondisi ini yang membuat Magelang menjadi kabupaten nomor satu yang menolak adanya impor beras. Petani bahkan memasarkan beras surplus tersebut ke tempat lain.
Terkait impor, Direktur Buah dan Florikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menegaskan jika Indonesia telah dua tahun tidak melakukan impor beras. "Produksi banyak, no impor," tegasnya saat ditemui usai panen di Kabupaten Magelang.
Magelang, kata dia, menjadi salah satu bukti bahwa panen masih terjadi di Tanah Air. Surplus yang terjadi menepis komentar miring dari banyak pihak terkait minimnya produksi beras dan meminta dibukanya keran impor. "Namun produksi beras kita ada, data kita benar karena dari BPS," ujarnya.