Senin 08 Jan 2018 18:23 WIB

OJK Dorong 43 UUS Asuransi Lakukan Spin Off

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nidia Zuraya
Asuransi syariah (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Asuransi syariah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong agar Unit Usaha Syariah (UUS) perusahaan asuransi segera melakukan pemisahan (spin off) menjadi entitas sendiri. Dorongan tersebut sesuai dengan ketentuan regulator yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan POJK Nomor 67/POJK.05/2016. Ketentuan tersebut mewajibkan pemisahan Unit Usaha Syariah menjadi Asuransi Syariah paling lambat 2024.

Direktur Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah OJK, Mochamad Mukhlasin, mengatakan, saat ini masih terdapat 43 Unit Usaha Syariah di perusahaan asuransi. OJK, lanjutnya, tengah menghitung dari 43 UUS yang ada tersebut, berapa yang akan bisa segera dilakukan spin off.

Baru-baru ini, OJK telah mengeluarkan izin operasional bagi PT Asuransi Askrida Syariah yang telah resmi melakukan spin off dari induknya yakni PT Asuransi Bangun Askrida. "Soal target kami baru tahu 2020 ketika roadmap sudah selesai. Kami bersama-sama dengan teman-teman di Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mendorong mereka [perusahaan asuransi] harus segera membuat roadmap-nya," kata Mukhlasin kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/1) malam.

Menurut Mukhlasin, persoalan modal menjadi kendala utama Unit Usaha Syariah belum mengajukan spin off. Untuk membentuk UUS, diperlukan modal awal senilai Rp 50 miliar. Kemudian untuk membentuk perusahaan asuransi syariah yang terpisah dari induk, dibutuhkan modal awal Rp 100 miliar.

Kendala lainnya, terkait sumber daya manusia (SDM). Sebab, setelah spin off, perusahaan tersebut harus memiliki divisi seperti perusahaan pada umumnya, serta memiliki gedung sendiri.

"Itu kendala. Apalagi bagi perusahaan-perusahaan yang secara umum bukan bagian dari perusahaan besar," ujarnya.

Karenanya, OJK mendukung proses UUS yang mengajukan spin off agar segera keluar izinnya. Dia mencontohkan, proses Askrida Syariah sejak memperoleh izin berdiri hingga memperoleh izin operasional hanya terpaut tiga bulan. OJK juga mendukung agar proses fit and proper test berjalan sesuai target yang ditetapkan.

"Yang penting mereka sudah menyiapkan bisnis model, kami sudah yakin produknya sudah oke. Kedua kalau dia full fledge seperti ini, kami lebih mudah mengajak kegiatan-kegiatan promosi seperti Syariah Fair," imbuhnya.

Mukhlasin menambahkan, saat ini OJK masih memproses izin dari beberapa perusahaan yang mengajukan spin off atau pembentukan perusahaan asuransi syariah baru. Antara lain, UUS PT Asuransi Simas Jiwa yang mengajukan spin off. Proses perizinan tersebut diperkirakan selesai sebelum akhir kuartal pertama 2018.

Serta PT Pacific Life Insurance yang mengajukan izin mendirikan perusahaan asuransi syariah baru. Pacific Life telah mengajukan izin ke OJK sejak Oktober 2017. Proses perizinannya masih ada kekurangan dari sisi dokumen dan fit and proper test. Namun, dari sisi kelengkapan persyaratan dinilai sudah lengkap.

"Kalau untuk 2018 sampai saat ini belum ada yang mengajukan. Di samping itu, masih ada perusahaan asuransi yang ingin mendirikan UUS, itu tidak dilarang," ucapnya.

Meski demikian, melihat pangsa pasar yang masih sangat terbuka, lanjutnya, perusahaan asuransi syariah masih bisa berkembang. Dari bussiness plan yang masuk, target pertumbuhan aset asuransi syariah pada 2018 hanya 15 persen.

Pada 2017 targetnya sebanyak 17 persen telah tercapai. Sedangkan 2016 targetnya justru tercapai 26 persen. "Sepertinya teman-teman melihat di industri perlu banyak pembenahan di tahun 2018 ini," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement