REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Muamalat Indonesia Tbk akan fokus memperbaiki kualitas pembiayaan yang bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) pada tahun ini. Per September 2017, NPF gross Muamalat tercatat sebesar 4,54 persen, sedangkan NPF net sebesar 3,07 persen.
Direktur Utama Bank Muamalat, Achmad Kusna Permana, mengatakan, tahun ini Muamalat akan melakukan pembenahan oada beberapa hal, terutama perbaikan NPF. "Ya 2018 kami akan membereskan NPF-nya dulu, masih konsolidasi," kata Permana kepada wartawan di Jakarta, Rabu (3/1).
Permana menjelaskan, strategi perbaikan NPF dilakukan melalui tiga pendekatan baru. Di antaranya, penambahan dari sisi sumber daya manusia (SDM), legal approach, dan additional approach.
Menurutnya, langkah pertama perbaikan NPF dengan merapikan basic process terlebih dahulu, kemudian mengganti kembali tim, organisasi dan menambah SDM. Sebab, dia menilai SDM yang menangani NPF jumlahnya belum cukup. Penambahan SDM tersebut akan diambil dari relokasi SDM di bidang lainnya.
"Karena itu potensinya gede kalau bisa recovery impact-nya lebih besar langsung pada keuntungan daripada bisnis. Itu prioritas, dengan tiga pendekatan hasilnya akan beda," terangnya.
Setelah pembenahan NPF, Muamalat berharap proses dengan pemegang saham baru juga segera diselesaikan. Setelah melalui tahap pembenahan-pembenahan tersebut, Muamalat baru akan fokus menggenjot pertumbuhan. Muamalat akan masuk pada segmen-segmen yang dianggap sehat untuk perusahaan.
"Ada growth pasti, tapi tidak seagresif seperti teman-teman lain karena itu subjek nanti ketika capital masuk dan recovery yang akan kita bangun," imbuhnya.
Permana menilai, proses pembenahan-pembenahan sebelumnya terhambat oleh permodalan yang belum masuk ke perusahaan. Dia optimistis, kali ini permodalan akan benar-benar masuk.
"Ya setelah kapital masuk, kita bereskan konsolidasi kan nanti pencadangan akan ketahuan dari situ. Kita rapikan priority-nya ada recovery dan seterusnya. Itu akan jadi modal untuk pertumbuhan. InsyaAllah 2018 kita akan dibereskan," ujar alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.
Sebelumnya, Panin Dubai Syariah juga mengalami penurunan kualitas pembiayaan. Hal itu terlihat dari rasio pembiayaan bermasalah (NPF) gross yang meningkat menjadi 4,46 persen pada kuartal III 2017 dari sebelumnya 2,87 persen pada kuartal III 2016.
Head of Financial Strategic Planning Panin Dubai Syariah, Popo Fauzan, mengatakan, peningkatan NPF dipengaruhi beberapa industri yang mengalami pemburukan pertumbuhan, seperti pertambangan dan manufaktur. Karenanya, sejak awal kuartal III 2017, perusahaan telah membentuk tim task force untuk percepatan penyelesaian pembiayaan bermasalah.
Upaya lainnya melalui pembentukan pencadangan sesuai yang dibutuhkan, serta kerjasama dengan pihak ketiga dalam hal penghimpunan (collection). Dalam hal pencadangan, terdapat peningkatan sebesar Rp 13 miliar selama sembilan bulan di 2017.
"Kami selalu ingin menjaga NPF sesuai arahan OJK setinggi-tingginya 5 persen. Tahun depan kami masih berharap gross NPF di bawah 5 persen," kata Popo beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah (SPS) Oktober 2017 yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPF gross industri perbankan syariah tercatat sebesar 4,91 persen atau Rp 9,14 triliun dari total pembiayaan perbankan syariah sebesar Rp 186,12 triliun. Sedangkan NPF net tercatat 2,78 persen atau Rp 5,16 triliun dari total pembiayaan.