Selasa 02 Jan 2018 10:44 WIB

Saham Asia Capai Puncak Berkat Perekonomian Cina

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Gita Amanda
Pasar saham/Ilustrasi
Foto: corbis.com
Pasar saham/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Saham Asia mencapai puncak pada, Selasa (2/1). Hal itu terjadi setelah sebuah survei manufaktur Cina terbukti sangat positif, sementara euro tengah melawan kurs dolar Amerika Serikat (AS) yang sedang sakit. 

Sentimen itu didukung pula oleh berita mengenai Korea Utara yang menawarkan cabang zaitun ke Korea Selatan. Kim Jong Un menyatakan, dirinya terbuka untuk berdialog dengan Seoul. 
 
Indeks MSCI yang paling luas untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang, bertambah 0,5 persen. Angka itu meningkat sebesar sepertiga dari nilai tahun lalu.
 
Nikkei Jepang ditutup untuk liburan tapi futures E-Mini untuk S&P 500 naik tipis 0,15 persen. Selanjutnya, Shanghai blue chips naik satu persen setelah indeks Caixin industri Cina naik ke level tertinggi empat bulan di 51,5 di Desember. Hal itu merubuhkan perkiraan penurunan. 
 
Penjabaran tersebut menunjuk pada ketahanan di ekonomi terbesar kedua di dunia bahkan saat Beijing melakukan tindakan keras terhadap polusi udara dan para insinyur pasar properti yang mendingin. "Kondisi operasi manufaktur (Cina) membaik pada Desember," ujar Direktur Analis Makroekonomi CEBM Group Zhengsheng Zhong seperti dilansir Reuters, Selasa, (2/1).
 
Ia menambahkan, membaiknya manufaktur memperkuat anggapan, kalau pertumbuhan ekonomi telah stabil pada 2017. "Bahkan telah berjalan lebih baik dari perkiraan," kata Zhengsheng. 
 
Sementara itu di pasar mata uang, kurs dolar AS tetap tidak disukai. Mata uang tersebut mencapai titik terendah dalam tiga bulan terakhir. Dengan begitu membawa kerugian sebesar 9,8 persen pada 2017. Kinerja tersebut terburuk sejak 2003.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement