Ahad 31 Dec 2017 12:48 WIB

Pemerintah Siapkan Kebijakan Relaksasi Impor Industri Kecil

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Produk logam buatan lokal dipamerkan saat workshop.
Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
Produk logam buatan lokal dipamerkan saat workshop.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan relaksasi impor bagi industri kecil dan menengah (IKM). Kebijakan ini diharapkan akan mempermudah para pelaku IKM nasional dalam mendapatkan bahan baku untuk mendukung peningkatan kapasitas produksinya.

"Bagi IKM kita yang memiliki kendala terhadap finansial dan administrasi dalam melakukan impor secara langsung, bakal diberikan relaksasi tata niaga maupun kemudahan impor bahan baku," kata Direktur Jenderal IKM Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih dalam siaran pers, Ahad (31/12).

Guna mendongkrak daya saing IKM nasional agar lebih kompetitif di kancah global, salah satu langkah strategis yang saat ini perlu dilakukan cepat adalah pengadaan bahan baku impor. Gati menjelaskan, pengadaan bahan baku impor ini disesuaikan dengan jenis dan jumlah kebutuhan, serta sesuai kemampuan pembayaran dari para pelaku IKM.

"Kami meyakini upaya tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengembangan industri nasional khususnya sektor IKM yang sekarang berjumlah sebanyak 4,4 unit usaha," ujar Gati.

Selain itu, relaksasi impor tersebut bisa memacu minat investor untuk terus menambah penanaman modalnya dalam rangka peningkatan kapasitas produksi atau membuat pabrik baru di Indonesia. Adapun dalam pelaksanaannya, pemerintah memberikan kemudahan bagi IKM dapat melakukan impor melalui indentor atau Pusat Logistik Berikat (PLB).

Barang-barang yang dikenakan pengecualian impor bagi IKM, antara lain komoditas barang modal tidak baru untuk kelompok 1B dengan pembatasan jumlah tertentu. Selanjutnya, impor makanan dan minuman tidak termasuk kembang gula sampai dengan 500 Kg per pengiriman, obat tradisional dan suplemen kesehatan sampai dengan 500 Kg, elektronika maksimal 10 unit , serta barang pribadi penumpang dan awak sarana pengangkut maksimal 10 unit.

Sebelumnya, pemenuhan kebutuhan impor bahan baku untuk IKM dilakukan melalui mekanisme impor berisiko tinggi. Hal ini terjadi karena saat itu IKM sulit memenuhi persyaratan administrasi tata niaga maupun kapasitas minimal impor bahan baku, kata Gati.

Menurutnya, sejak pemerintah mencanangkan program Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT) pada Juli 2017, berhasil mendapatkan capaian positif seperti tax base, bea masuk, dan pajak-pajak impor yang mengalami kenaikan cukup signifikan. Rata-rata tax base mengalami peningkatan sebesar 39,4 persen per dokumen impor dan pembayaran pajak impor (Bea Masuk dan PDRI) meningkat sebesar 49,8 persen per dokumen impor.

"Tak hanya itu, Industri dalam negeri juga terus mengalami kenaikan volume produksi dan penjualan terutama tekstil dan produk tekstil yang mencapai 25-30 persen, serta industri elektronika," ujar Gati.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, nilai tambah IKM di dalam negeri terus meningkat. Pada 2016, nilai tambah meningkat 18,3 persen atau senilai Rp 520 triliun year on year. Sedangkan, nilai tambah IKM pada 2015 naik 17,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya yakni menjadi Rp 439 triliun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement