REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) secara resmi meluncurkan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) atau yang dikenal dengan National Payment Gateway. Terobosan tersebut guna meningkatkan efisiensi dan interkoneksi perbankan.
Gubernur BI Agus Martowardojo menilai, saat ini terjadi inefisiensi pada pelayanan untuk konsumen. "Ilustrasi paling sederhana yang paling sering kita jumpai adalah deretan mesin-mesin ATM di satu mal dan berjejer mesin EDC di kasir supermarket," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Senin (4/12).
Agus mengatakan, investasi infrastruktur dan teknologi menjadi tinggi karena industri perbankan enggan berbagi layanan. Menurutnya, semestinya mesin ATM dan EDC bisa digunakan bersama.
Dengan hal itu, pengadaan mesin-mesin baru bisa difokuskan pada daerah-daerah yang lebih membutuhkan dan turut mendorong inklusi keuangan di Indonesia. "Terdapat potensi yang begitu besar untuk merelokasi mesin-mesin tersebut ke daerah-daerah di seluruh penjuru tanah air. Daerah terpencil dan terluar masih sangat kekurangan," kata Agus.
Persoalan lain, kata Agus, masyarakat menjadi perlu untuk mempunyai banyak kartu karena keberterimaan kartu masih terbatas. Ia mengaku, hal ini akibat setiap ATM atau EDC tidak dapat menerima semua jenis kartu.
Selain itu, Agus mengaku, kartu yang digunakan pada mesin ATM atau EDC yang berbeda, akan dikenakan biaya yang relatif tinggi. "Merchant discount rate bisa mencapai 3 persen atau bahkan lebih dari 3 persen per transaksi. Nilai-nilai ini pada akhirnya akan ikut ditanggung konsumen, jadi efisiensi ekonomi Indonesia tidak optimal," kata Agus.
Dengan faktor-faktor tersebu, Bank Sentral meyakini kehadiran GPN menjadi penting dan dibutuhkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. "Kami berbesar hati karena sejak digagas pada 20 tahun yang lalu, yaitu dalam cetak biru sistem pembayaran nasional 1995-1996 baru pada pagi ini akan terjadi momen yang bersejarah," ujar Agus.