REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Bank Indonesia menyebut hadirnya sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) telah mengurangi biaya Merchant Discount Rate (MDR) di Indonesia. Sebab, biaya MDR di Indonesia terbilang tinggi dibandingkan negara Asia.
Deputi Gubenur Bank Indonesia Sugeng mengatakan pihaknya menginginkan seluruh kanal sistem pembayaran bisa terhubung dengan GPN. Langkah ini untuk mendorong efisiensi pada setiap transaksi pembayaran di Indonesia.
“Dari sisi biaya yang kita hadapi relatif sangat tinggi. Biaya merchant diskompletnya sangat tinggi, kalau dibanding dengan negara di kawasan Asia, kita paling tinggi. Tapi setelah ada GPN, sekarang sudah turun dan cukup kompetitif,” ujarnya saat acara Penandatangan Kerja Sama Mastercard dan PT Artajasa Pembayaram Elektronis di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (15/8).
MDR adalah fee atau biaya yang diminta bank kepada merchant untuk setiap transaksi karena menggunakan EDC bank tersebut. Misalnya, seorang pembeli membayar belanjaan Rp 500 ribu menggunakan kartu debit, maka bank akan meminta sejumlah biaya atas transaksi tersebut.
Bank Indonesia telah menurunkan MDR untuk transaksi pembayaran Off Us atau transaksi kartu bank A di mesin electronic data capture (EDC) B. MDR dipatok maksimal satu persen, sebelumnya MDR bisa mencapai dua persen- tiga persen.
Sedangkan untuk transaksi On Us, atau transaksi kartu bank A di mesin EDC bank A sendiri, MDR dipatok 0,15 persen. Sebelumnya, di sejumlah bank MDR untuk transaksi On Us ini ada yang gratis dan ada yang mengenakan biaya.
Menurut Sugeng GPN telah diluncurkan pada Desember 2017 untuk menghadapi solusi berbagai masalah yang dialami oleh pelaku usaha dan industri keuangan. Langkah ini untuk mewujudkan ekosistem sistem pembayaran Indonesia saling terkoneksi, yaitu terhubung satu dengan yang lain dan interoperabilitas, saling dapat dioperasikan.
“Dengan GPN, biaya pemprosesan biaya transaksi pembayaran menggunakan kartu juga semakin kompetitif dibanding di negara-negara ASEAN,” ucapnya.
Tak hanya itu, sistem GPN juga memiliki ketahanan siber atau siber resilience. Hal ini penting menjadi perhatian bagi sistem pembayaran, apalagi Indonesia telah memasuki era digital.
“Masalah siber harus menjadi perhatian utama, kita dapat membayangkan peristiwa contoh film Die Hard 4, kebetulan kita mengalami listrik mati, listrik dikuasai penjahat itu kita mau menginstruksikan untuk bertahan dan memerintahkan anak buah untuk bisa bertahan dengan cara apa? Untuk saluran kesitu aja susah. Ini pelajaran buat kita,” ungkapnya.
Sugeng juga mendukung komitmen dari penerbit kartu debit asing yakni Mastercard untuk bergabung dengan sistem GPN. Hal ini terkait Mastercard jadi pionir lantaran baru saja melakukan kerja sama dengan PT Artajasa Pembayaran Elektronis untuk memproses transaksi kartu debit berlogo mastercard pada sistem GPN.
Hanya saja, pihaknya berpesan kerja sama tetap mengutamakan prinsip yang dalam implementasi GPN. Pertama, mewujudkan interkoneksi dan interprobabilitas melalui tiga lembaga GPN yaitu lembaga prinsipal atau standar, lembaga switchicng dan lembaga sercvices.
“Guna mewujudkan interkoneksi dan interperobabilitas, BI telah mewajibkan bank untuk berkoneksi ke minimal dua switchcing GPN. Kewajiban tersebut sekaligus sebagai back up di dalam terjadinya gangguan koneksi,” ucapnya.
Kedua, menurut Sugeng, pemrosesan transaksi dilakukan secara domestik dan settlement dalam menggunkan center bank money. Penggunaan center bank money menjadi satu best practice international, sebagaimana untuk memenuhi prinsip 4.0 financial market infrastructure yang diterapkan oleh BHS, Bank A Settlement.
“Sebagai informasi, di pasar modal ini transaksinya sudah center bank money, jadi sudah semakin kuat kita,” ucapnya.
Ketiga, lanjut Sugeng, mendorong efisiensi dan keamanan bertransaksi. Menurutnya perlindungan atas data transaksi pembayaran dan risiko penyalahgunaan adalah hal yang sangat penting, sehingga perlu menjadi prioritas dan perhatian seluruh industri sistem pembayaran di indonesia.
Sementara Direktur Mastercard Indonesia Tommy Singgih menambahkan Mastercard juga telah melakukan beberapa hal untuk memiliki interkoneksi dan interoperabilitas terhadap sistem GPN. Semisal, Mastercard telah membangun pusat data (data center), dan pusat perintah (command center) di Indonesia agar bisa memantau proses transaksi.
“Kemudian kami juga turut memberikan nilai tambah misalnya kami memberikan fraud monitoring dan scoring global guna mencegah terjadinya transaksi palsu,” kata Tommy.
Tommy mengatakan saat ini jaringan Mastercard dan Artajasa sendiri sudah terkoneksi. Meski demikian, Tommy bilang untuk beroperasi penuh pihaknya masih butuh waktu hingga enam bulan ke depan.
“Ini terkait sinkronisasi jaringan dengan bank, merchant hingga lembaga switching lain,” ucapnya.