REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mendukung ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) segera memenuhi ketentuan minimum modal inti. Asbisindo menargetkan paada 2018 setidaknya sudah ada 100 BPRS yang memenuhi ketentuan modal inti dari 167 BPRS saat ini.
Ketua Kompartemen BPRS Asbisindo, Cahyo Kartiko, mengatakan waktu yang diberikan OJK sampai 2020 seharusnya cukup bagi para pemegang saham BPRS untuk memenuhi ketentuan modal minimum. Dengan melihat perkembangan yang ada saat ini, dia menilai BPRS memang harus cukup permodalannya. Selama ini Asbisindo berupaya dalam pertemuan-pertemuan dengan direksi, komisaris dan pemegang saham BPRS mencoba mendorong supaya segera memenuhi modal inti.
"Ada beberapa yang mengatakan mungkin kondisi BPRS sedang penyehatan sehingga membutuhkan waktu untuk mengatur strategi supaya pada saat pemegang saham memberikan tambahan modal BPRS menjadi lebih baik," kata Cahyo saat dihubungi Republika, Senin (20/11).
Menurutnya, wajar jika pemegang saham saat hendak menambah modal memiliki keraguan apakah modal yang disetor menjadikan BPRS lebih baik. Terutama keraguan terhadap bisnis dan kemampuan manajemen untuk mengembangkan BPRS. Sebab, harus dipersiapkan sumber daya manusia khususnya di level manajerial, direksi dan komisaris yang memiliki kompetensi mengembangkan BPRS.
Namun, menurutnya para pemegang saham BPRS telah menyadari penambahan modal menjadi keniscayaan karena semakin lama nilai permodalan relatif terhadap perkembangan usaha, serta nilai tukar rupiah yang semakin rendah terhadap nilai riil.
Karenanya, pemegang saham membutuhkan dukungan manajemen dalam mengelola BPRS. Jika tidak, lanjutnya, maka pemeganh saham akan berpikir dua kali untuk menambah modal. Solusi lainnya, dengan mengudang investor baru masuk BPRS tersebut jika pemegang saham ragu-ragu untuk menambah modal.
"Kami mengimbau supaya segera dipenuhi. Sekarang ada baru 61 yang memenuhi ketentuan. Kalau dihitung rata-rata, setahun sudah dipenuhi 30 persen. Berarti tahun depan bisa bertambah lagi 30 persen dari jumlah yang ada, atau 100 BPRS yang sudah memenuhi ketentuan sehingg 2020 semuanya bisa memenuhi," terang Cahyo.
Selain modal disetor, opsi lain penambahan modal inti dengan cara laba BPRS dijadikan deviden atau ditahan sebagai laba ditahan
Dia melihat selama ini yang kesulitan menambah modal biasanya persoalan BPRS-nya yang kurang baik. Jadi pemegang saham menunggu dan melihat kira-kira bisa dikembangkan tidak ke depan. Atau pemegang saham sedang mencari modal bisnis yang cocok atau mencari manajemen yang mampu mengembangkan BPRS.
Jika pemegang saham tidak mampu, opsinya dengan melepas saham ke pihak lain, atau merger dengan BPRS lain yang kuat permodalannya. Merger tersebut memungkinkan tidak harus dengan BPRS melainkan bisa dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) konvensional.
"Bisa akuisisi, merger atau konsolidasi. Misalnya internal BPRS konsolidasi dengan pemegang saham, jumlah pemegang saham yang ada cukup banyak kemudian sepakat diperbaiki dan dikonsolidasi jumlahnya dari ratusan tinggal puluhan. Sehingg terbentuk pemegang saham yang solid," imbuhnya.