REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Salah satu sebab munculnya virus H5N1 atau Flu Burung yang menyerang unggas di Indonesia pertama kali pada tahun 2003 silam, disebabkan kurangnya kesadaran para peternak menjaga kebersihan peternakan mereka. Untuk mencegah hal tersebut terulang, sejumlah peternakan ayam di Indonesia mulai menerapkan biosekuriti tiga zona yang direkomendasikan organisasi pertanian dan pangan dunia, The Food and Agriculture Organization (FAO).
Penasehat Teknis FAO Indonesia, Erry Setyawan mengatakan, biosekuriti tiga zona dapat membantu peternak memahami kebersihan lingkungan peternakan secara praktis. Ini juga untuk mencegah masuknya kuman dan mengatur penggunaan antibiotik. Hasilnya, jumlah hewan ternak yang sakit bisa ditekan, dan produktivitas ternak meningkat.
Cara penerapannya, peternakan dibagi dalam tiga zona dengan menjaga standar kebersihannya semakin ketat. Area tersebut mencakup zona merah atau kotor, zona kuning untuk persiapan, dan zona hijau atau zona bersih untuk produksi.
Menurut Erry, langkah ini berawal dari peristiwa flu burung pada 2003-2004. Bersama Kementerian Pertanian, FAO mengkaji keamanan biologis di peternakan rakyat skala kecil. "Tujuannya untuk meningkatkan kualitas manajemen dan keamanan biologis agar peternak kuat dari kasus flu burung," kata Erry kepada wartawan, Senin (6/11).
Melalui program Pelayanan Veteriner Unggas Komersial (PVUK), FAO melatih 143 petugas dinas peternakan di 50 kota dan kabupaten untuk menerapkan biosekuriti tiga zona. Mereka kemudian menyosialisasikan ke 8.500 peternak di 12 provinsi.
Bukan hanya mencegah kuman, biosekuriti tiga zona juga meningkatkan produktivitas ternak. Peternak Desa Getasan, Getasan, Kabupaten Semarang, Bambang Sutrisno Setiawan, alias Koh Ilung (44 tahun), menyebut setelah menerapkan biosekuruti tiga zona selama dua tahun ini produktivitas ternak ayam petelurnya relatif stabil.
"Kami tidak pernah mengalami masalah besar. Penurunan produksi hanya di kisaran lima hingga enam persen. Padahal peternak ayam lain masih mengalami penurunan sampai 50 persen," ujar peternak dari sekitar 25 ribu ekor ayam ini.
Bukan hanya mencegah kuman dan meningkatkan produktivitas, biosekuriti tiga zona juga menurunkan penggunaan antibiotik dan disinfektan. Umumnya peternak masih serampangan saat memberi antibiotik untuk ternaknya.
Akibatnya ada residu di ternak dan kuman itu menjadi resisten yang bisa meloncat ke manusia. "Dengan biosekuriti ini, produk ternak unggas akan bebas residu," jelas Erry.