REPUBLIKA.CO.ID,PADANG -- Potensi investasi di pasar modal oleh masyarakat Sumatra Barat yang masih cukup besar tak disia-siakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Bagaimana tidak, dari 5,6 juta penduduk, baru 8.047 investor asal Sumatra Barat yang bertransaksi di pasar modal.
Angka tersebut masih 0,14 persen dari total penduduk. Artinya, peluang investasi yang bisa digenjot masih sangat luas. Potensi ini lah yang kemudian dilirik oleh perwakilan OJK dan BEI di Sumatra Barat.
Keduanya berkolaborasi untuk menggenjot kampanye investasi di pasar modal, melalui berbagai media promosi. Salah satunya, dengan mendatangi mal-mal atau pusat perbelanjaan di Padang, Sumatra Barat.
Kali ini giliran sebuah mal di Jalan Khatib Sulaiman yang didatangi oleh perwakilan OJK dan BEI Sumatra Barat. OJK dan BEI mengundang enam perusahaan sekuritas di Sumatra Barat untuk membuka booth pameran di lantai dasar mal. Acara diskusi juga digelar dengan peserta para pengunjung mal. Tujuannya sederhana, agar pengunjung mal yang rata-rata anak muda menjadi lebih melek terhadap investasi saham.
Enam perusahaan sekuritas yang hadir adalah Indopremier Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Panin Sekuritas, RHB Sekuritas, Mirae Aset Sekuritas, dan Jasa Utama Capital. Tak hanya itu, hadir juga galeri investasi perwakilan dari kampus-kampus di Padang seperti Universitas Negeri Padang, Universitas Bung Hatta, dan Universitas Andalas.
Kepala Perwakilan OJK Sumatra Barat Darwisman menjelaskan, investasi di pasar modal bisa dibilang sangat menguntungkan. Kejelian investor dalam menanamkan sahamnya, bisa mendatangkan keuntungan berlipat ganda. Ia mengambil contoh saham salah satu emiten, Bank Mandiri (BMRI). Pada tahun 2014 lalu harga per lembar saham BMRI 'hanya' Rp 3.300.
Namun per 27 Oktober 2017, harga per lembar sahamnya melonjak menjadi Rp 7 ribu. Artinya, bila tahun 2014 lalu investasi 10 ribu lembar saham BMRI merogoh kocek Rp 33 juta, maka nilainya saat ini melonjak menjadi Rp 70 juta. "Artinya capital gain 112 persen, atau 37 persen per tahun. Ini yang saya bilang bahwa investasi saham banyak keuntungan," ujar Darwisman, Jumat (27/10).
Darwisman berharap semakin banyak lagi masyarakat Sumatra Barat yang tertarik untuk menabung saham. Catatan OJK dan BEI, pertumbuhan investor asal Sumatra Barat (ber-KTP Sumbar) yang bertransaksi di pasar modal cukup pesat.
Tahun 2012 lalu, jumlah investor asal Sumbar yang bertransaksi di pasar modal sebanyak 1.854 investor. Angka ini naik tajam, dengan jumlah SID (investor identification) asal Sumbar mencapai 8.047 pada September 2017.
Sedangkan kalau ditilik dari nilai transaksi, ternyata investor asal Minang menyumbang angka transaksi yang cukup besar. Sepanjang tahun 2016 lalu, investor ber-KTP Sumatra Barat melakukan transaksi hingga Rp 11,74 triliun di pasar modal. Sedangkan hingga September 2017, nilai transaksi pemegang SID dari Sumatra Barat sebanyak Rp 7,21 triliun. "Kami optimistis angkanya bisa melampauan capaian transaksi tahun 2016 lalu," kata Darwisman.
OJK, lanjut Darwisman, memandang penting perluasan dan pendalaman pasar dalam investasi saham ini. Alasannya, sebanyak 65 persen dari Rp 6 ribu triliun transaksi di pasar modal dikuasi oleh investor asing. Artinya, ada 'hot money' yang berpotensi lari keluar bila terjadi gonjang-ganjing politik, ekonomi, dan keamanan dalam negeri. Solusinya, lanjut Darwisman, adalah penguatan transaksi oleh investor dalam negeri.
Sementara itu, Kepala BEI Sumbar, Reza Sadat Shahmeini, menambahkan bahwa pihaknya akan terus berupaya melakukan sosialisasi dan pemberian edukasi kepada masyarakat terkait keuntungan berinvestasi di pasar modal. Melalui Investifal yang digelar di Padang misalnya, BEI menghadirkan investor yang telah lama menabung saham untuk membagikan pengalamannya.
"Prospek pasar modal kita sangat bagus, apalagi Sumbar belum sampai 1 persen dari jumlah penduduk. 5,5 juta penduduk Sumbar kalau katakanlah 1 persen saja, 55 ribu investor kan," jelas Reza.