REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar menurunkan tarif bea masuk umum (most favoured nation treatment) untuk intan kasar dan intan yang telah diasah menjadi nol persen. Kemenperin menilai, usulan penghapusan tarif tersebut bertujuan untuk mempermudah industri perhiasan dalam memperoleh bahan baku sehingga diharapkan produktifitas mereka meningkat.
"Ini demi memacu daya saing dan produktivitas industri perhiasan dalam memperoleh bahan baku tersebut," ujar Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Gati Wibawaningsih, dalam keterangan pers, Jumat (27/10).
Tak hanya itu, sambung Gati, pihaknya juga tengah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak terkait agar produk perhiasan dari Indonesia tidak terkena bea masuk (BM) di negara tujuan ekspor. Seperti Dubai yang saat ini masih menerapkan tarif bea masuk sebesar lima persen untuk produk perhiasan dari Indonesia.
Kemenperin mencatat, nilai ekspor produk perhiasan pada tahun 2016 mencapai 6,37 miliar dolar AS. Angka tersebut meningkat sebesar 13,65 persen dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,49 miliar dolar AS.
Pada 2015, Kemenperin mencatat jumlah unit industri perhiasan dan aksesoris di dalam negeri mencapai 36.636 perusahaan dengan nilai produksi sebesar Rp 10,45 triliun. Sektor ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak 43.348 orang dan menghasilkan devisa melalui ekspor sebesar 3,31 miliar dolar AS.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, industri perhiasan dalam negeri telah mampu bersaing di pasar internasional dengan desain dan produknya yang berkualitas unggul. Industri perhiasan, lanjut Airlangga, juga mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
"Sektor ini akan kami terus pacu pengembangannya karena padat karya berorientasi ekspor dan mempunyai daya saing yang kuat," katanya.