Kamis 26 Oct 2017 18:58 WIB

Kredit Komersial BCA Lemah Akibat Penjualan Ritel

Red: Nur Aini
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (tengah), bersama Wakil Presiden Direktur BCA Eugene Keith Galbraith (kiri), dan Presiden Komisaris BCA D.E. Setijoso memberikan keterangan pers tentang hasil kinerja sembilan bulan pertama PT Bank Central Asia Tbk, Jakarta, Kamis (26/10).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (tengah), bersama Wakil Presiden Direktur BCA Eugene Keith Galbraith (kiri), dan Presiden Komisaris BCA D.E. Setijoso memberikan keterangan pers tentang hasil kinerja sembilan bulan pertama PT Bank Central Asia Tbk, Jakarta, Kamis (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan penyaluran kredit PT Bank Central Asia untuk sektor komersial dan usaha kecil dan menengah yang masih lemah hingga September 2017 karena penjualan ritel yang belum membaik.

"Hal itu juga dampak disrupsi dari pergeseran pola belanja masyarakat," kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja di Jakarta, Kamis (26/10).

Ia mengungkapkan bahwa kredit komersial dan UKM hingga Kuartal III 2017 tumbuh 2,4 persen secara tahunan (year on year/yoy), dan melambat 1,2 persen (year to date/ytd) jika dari Januari hingga September 2017. "Kalau dilihat memang kredit yang saat ini agak lemah secara umum terjadi di dunia dan di negara-negara lain, mungkin ada pengaruh daya beli, dan pergeseran ke belanja daring/online sangat berpengaruh," ujarnya.

BCA mencatat pertumbuhan kredit komersial dan UKM paling kecil di antara segmen kredit lainnya. Misalnya, untuk kredit konsumer, BCA menyalurkan Rp128,3 triliun atau tumbuh 20,6 persen (yoy) dan 17,1 persen (ytd). Sementara itu, kredit korporasi BCA tampak terus menggemuk dengan penyaluran Rp161,5 triliun atau tumbuh 21,2 persen (yoy) dan 4,3 persen (ytd).

Jahja melihat memang ada gejala disrupsi ekonomi, terutama untuk pengusaha kecil dan menengah. "Untuk yang usaha alat-alat elektronik, fesyen dan juga alat kosmetik. Ada dampak ke toko karena penjualan secara 'online'. Sekarang beberapa pertokoan volume pengunjungnya berkurang," ujarnya.

Selain itu, pengusaha UKM juga harus menghadapi tantangan daya saing. Pasalnya, melalui perdagangan daring (e-commerce), barang impor jadi lebih murah dan mudah untuk masuk ke dalam negeri. Alhasil, produsen dalam negeri harus berpikir keras untuk meningkatkan omzet bisnisnya menyaingi produk impor.

"Kalau diurut-urut, komposisi produk lokal hanya sedikit. Sebanyak 90 persenya produk impor. Produk impor kualitasnya bagus, tidak perlu lagi pedagang perantara, hemat ongkos pegawai, logsitik dan semuanya lebih murah," ujarnya.

Namun, Jahja mengakui masih optimistis penyaluran kredit komersial dan UKM akan membaik pada Kuartal IV. Penyebabnya adalah perbaikan daya beli masyarakat karena ekspansi belanja pemerintah yang akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempat.

Secara keseluruhan, BCA memprediksi pertumbuhan kredit akan sebesar 9 persen atau di rentang 8-10 persen di akhir 2017. Adapun hingga kuartal ketiga 2017, penyaluran kredit BCA mencapai Rp 440 triliun atau naik 13,9 persen (yoy). Pertumbuhan kredit itu mendorong pertumbuhan laba BCA sebesar 11,3 persen (yoy) atau menjadi Rp 16,8 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement