Kamis 19 Oct 2017 17:13 WIB

Jeratan Pajak Buat Petani Tebu Kian Terpuruk

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Teguh Firmansyah
Petani tebu (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO
Petani tebu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Nasib para petani tebu rakyat di Jabar makin terpuruk. Hal itu menyusul danya kebijakan penerapan Pajak Penghasilan (PPh) kepada para petani tebu untuk gula milik mereka yang dibeli oleh Bulog.

 

"PPh-nya1,5 persen untuk petani tebu yang memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan tiga persen untuk petani tebu yang tidak memiliki NPWP," kata Sekretaris DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar, Haris Sukmawan kepada Republika.co.id, Kamis (19/10).

 

Priayang akrab disapa Wawan itu menyatakan, penerapan PPh itu membuat nasib para petani tebu yang sudah menderita jadi semakin terpuruk. Mereka pun ibarat memakan buah simalakama dalam penjualan gula milik mereka sendiri. "Kalau tidak dijual, gula menumpuk sudah lama dan petani butuh modal untuk biaya tanamselanjutnya. Tapi kalau dijual ke Bulog, kena PPh 1,5 persen dan tiga persen," tutur Wawan.

 

Seperti diketahui, ribuan ton gula milik petani tebu di Jabar tak laku terjual dan hanya menumpuk di gudang milik pabrik gula. Selain diduga akibat maraknya gulaimpor, hal itu juga terjadi karena pedagang gula enggan membelinya akibat adanya kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen untuk gula.

 

Setelah petani berjuang, PPN 10 persen akhirnya ditangguhkan. Pemerintah pun membuat kebijakan bahwa gula petani hanya bisa dibeli oleh Bulog. Hal itu didasarkan pada surat dari Menko Perekonomian Nomor S-202/M.EKON/08/2017 yang menyatakan selama musim panen 2017, gula milik petani dan pabrik gula BUMN dibeli Bulog dengan harga Rp 9.700 per kg.

Surat menko itupun ditindaklanjuti dengan surat Menteri Perdagangan Nomor885/M-DAG/SD/8/2017 tentang Pembelian dan Penjualan Gula oleh Perum Bulog. Dengan adanya aturan itu, petani tidak bisa menjual gulanya ke pedagang.

Padahal, harga pembelian Bulog yang hanya Rp 9.700 per kg itu lebih rendah dari harga eceran tertinggi (HET) yang mencapai 12.500 per kg. Meski begitu, petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar tetap menerimanya. Sedangkan petani tebu yang tergabung dalam Andalan PetaniTebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar  menolak kebijakan tersebut.

 

Namun ternyata, pembelian gula oleh Bulog kini dikenakan PPh 1,5 persen untuk petani tebu yang memiliki NPWP dantiga persen untuk petani tebu yang tidak memiliki NPWP. "Sudahlah harganya Rp 9.700 per kg, malah dikenai PPh 1,5 persen dan tiga persen," keluhWawan.

 

Wawan mengakui, kementerian terkait akhirnya membolehkan gula petani juga dibeli oleh pedagang selain Bulog. Namun, pedagang tersebut harus merupakan mitra Bulog dan tergabung dalam Asosiasi Pedagang Gula Indonesia (APGI).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement